REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Sapto Andika Candra, Wahyu Suryana
Lima provinsi menduduki peringkat teratas dari 34 provinsi di Indonesia dalam perolehan bantuan subsidi gaji atau upah kepada pekerja bergaji di bawah Rp5 juta. Data tersebut diketahui dari hasil peluncuran bantuan subsidi gaji atau upah tahap I sebanyak 2,5 juta pekerja dan 3 juta pekerja penerima bantuan subsidi gaji di tahap II.
"Provinsi DKI Jakarta menempati peringkat teratas dengan pekerja paling banyak menerima bantuan subsidi gaji atau upah yakni sebesar 1.071.414 pekerja atau sekitar 19,48 persen," ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (7/9).
Untuk urutan kedua hingga kelima, kata Ida, ditempati oleh Jawa Barat 1.029.830 pekerja atau 18,72 persen. Jawa Tengah 702.531 pekerja atau 12,77 persen, Jawa Timur 560.670 pekerja atau 10,19 persen, dan Banten 455.193 pekerja atau 8,28 persen. Ida berharap subsidi upah ini mampu menjaga serta meningkatkan daya beli pekerja, dan mendongkrak belanja konsumsi.
"Sehingga menimbulkan multiplier effect pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat," tutur politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
Ida mengatakan, melalui subsidi gaji atau upah, pemerintah ingin melindungi, meningkatkan, dan mempertahankan ekonomi pekerja dari dampak pandemi Covid-19. Uang yang masuk langsung ke rekening pekerja tersebut dapat dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan, baik kebutuhan primer maupun sekunder.
”Akan lebih baik jika bantuan subsidi gaji atau upah dibelanjakan produk-produk lokal dan UMKM. Dengan demikian industri lokal dan UMKM juga ikut bergeliat," ucap Ida.
Kemudian Ida, juga menyampaikan, pihaknya kan terus memantau dan melakukan evaluasi penyaluran bantuan subsidi upah. Dengan demikian, proses penyaluran tahap berikutnya makin memuaskan. Bantuan subsidi gaji atau upah diberikan kepada pekerja sebesar Rp600 ribu perbulan selama empat bulan.
"Penyaluran dilakukan per dua bulan sekali, yakni Rp1,2 juta," jelas Ida.
Sebelumnya, Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Budi Gunadi Sadikin sempat menyampaikan bahwa realisasi penyaluran subsidi gaji ditargetkan bisa menyentuh 50 persen hingga akhir September ini. Realisasi penyaluran subsidi gaji hingga akhir Agustus sendiri baru Rp 3 triliun atau 7,9 persen dari alokasi anggaran Rp 37,8 triliun.
Targetnya, ujar Budi, pencairan subsidi gaji bisa tembus Rp 19 triliun sampai akhir September atau sekitar 50 persen dari seluruh alokasi anggaran.
"Baru nanti pada Desember (2020), targetnya semua sudah tersalurkan," ujar Budi dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Rabu (2/9)
Program subsidi gaji menjadi salah satu dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang akan kembali digulirkan pada tahun depan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (7/9) menjelaskan, program subsidi gaji dianggap mampu meningkatkan daya beli masyarakat.
Bersama dengan sejumlah program bantuan sosial lainnya, subsidi gaji memang ditujukan untuk menggenjot konsumsi rumah tangga yang sempat anjlok selama pandemi.
"Bantuan untuk subsidi gaji. Itu juga akan dilanjutkan di kuartal pertama tahun depan (2021)," kata Airlangga dalam keterangan pers di Kantor Presiden.
Kendati memastikan untuk dilanjutkan, Airlangga tidak menjelaskan apakah penyaluran subsidi gaji pada 2021 akan menyasar penerima yang sama seperti tahun ini atau penerima baru yang diperluas. Airlangga juga tidak menjelaskan mengenai alokasi anggaran yang disiapkan untuk penyaluran subsidi gaji tahun 2021 mendatang.
Selain subsidi gaji, program PEN yang akan dilanjutkan pada 2021 adalah penyaluran bantuan tunai untuk pelaku UMKM (banpres produktif), kartu prakerja, dan bantuan tunai berupa PKH dan sembako.
Pekerja informal belum tersentuh
Pakar Kebijakan Publik UGM, Prof Wahyudi Kumorotomo menilai program subsidi gaji masih cenderung berpihak pekerja di sektor formal. Pekerja di sektor informal belum masuk jangkauan, padahal mayoritas tenaga kerja di Indonesia, 57,27 persen atau 74 juta orang pekerja informal.
Mereka merupakan pekerja yang tidak memiliki ikatan kontrak, tidak diikutkan BPJS Ketenagakerjaan, dan tidak dijamin apapun dari perusahaan. Selain itu, pekerja informal yang paling menurun penghasilannya akibat pandemi Covid-19.
Untuk itu, ia meminta pemerintah memperhatikan dan mencari solusi bantuan subsidi bagi pekerja di sektor informal. Untuk melindungi kelompok pekerja informal yang rentan secara ekonomi ini perlu disusun program alternatif.
"Sebab, keberhasilan Indonesia hindari resesi ekonomi juga sangat tergantung perhatian pemerintah ke buruh sektor informal, kaum miskin di perkotaan, dan kelompok-kelompok rentan lain," kata Wahyudi, Jumat (4/9).
Wahyudi menuturkan, keberhasilan subsidi gaji sangat ditentukan efektivitas alokasi dana yang direncanakan ke sekitar 13,8 juta pekerja. Jika penyaluran kurang tepat sasaran, alokasi dana hanya akan memperlebar jurang pendapatan.
Guru Besar Departemen Manajemen Kebijakan Publik UGM ini menilai, alokasi dana subsidi gaji ini rentan disalahgunakan. Karenanya, koordinasi dan kerja sama lembaga terkait dan pelaksana lapangan harus disiapkan betul.
Berkaca dari pengalaman alokasi dana bansos, masih banyak yang salah sasaran dan ada pemotongan-pemotongan ilegal di tingkat operasional. Wahyudi menekankan, koordinasi operasional harus lebih rapi agar bisa tepat sasaran.
"Selain itu, pelaksana harus benar-benar cermat mengecek persyaratan yang harus dipenuhi penerima BLT agar tidak ada duplikasi penerima bantuan," ujar Wahyudi.
Pemerintah harus selektif dan hati-hati menyalurkan. Sebab, pemberi kerja bisa sengaja memotong besaran gaji pekerja, atau penerima bantuan meminta struk gaji yang lebih rendah dari seharusnya agar mendapatkan subsidi gaji.
Guna mencegah penyimpangan, perlu pengawasan ketat Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial dan Kementerian Ketenagakerjaan. Pembuktian formal besaran gaji yang efektif diterima harus disertai verifikasi data cermat.
"Jangan sampai upaya untuk mencegah resesi gagal karena program ini kurang efektif, sedangkan konsekuensinya bagi defisit APBN akan semakin lebar," kata Wahyudi.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan, bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan khusus mengenai pemanfaatan anggaran untuk penanganan Covid-19. Mengenai aspek-aspek yang diperiksa, BPK akan fokus pada tiga program utama penanganan Covid-19 yakni penanganan kesehatan, penyaluran jaring pengaman sosial atau bantuan sosial, dan program pemulihan ekonomi nasioal seperti subsidi gaji bagi pekerja.
"Intinya semua itu, mulai dari perencanaannya, pelaksanaan, dan pengawasan. Namun detailnya itu bagian dari strategi pemeriksaan, tak bisa kami sampaikan," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna, Selasa (8/9).