Ahad 06 Sep 2020 18:14 WIB

IDI: Jangan Sampai Pilkada Munculkan Klaster Baru Covid-19

IDI mengingatkan jangan sampai proses pilkada munculkan klaster baru Covid-19.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Bayu Hermawan
Ancaman Covid-19 (ilustrasi)
Foto: republika
Ancaman Covid-19 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mewanti-wanti penyelenggara pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak agar lebih mengedepankan protokol kesehatan dalam rangkaian prosesnya. Pernyataan IDI ini menyusul temuan adanya pelanggaran protokol kesehatan pada saat periode pendaftaran peserta pilkada serentak di 270 daerah, 4 hingga 6 September lalu. 

Juru Bicara IDI, Halik Malik, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah terlibat langsung dalam penyusunan tata cara penyelenggaraan pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19. IDI, menurutnya, sangat berharap berjalannya protokol kesehatan dengan ketat dalam semua tahapan pilkada. 

Baca Juga

Halik pun menyayangkan apabila ada calon kepala daerah yang seharusnya memberikan contoh pelaksanaan protokol kesehatan, justru malah melanggarnya. IDI pun mendesak Bawaslu secara tegas menegur pihak-pihak yang terbukti melanggar protokol kesehatan, seperti menciptakan kerumunan massa. 

"Sebenarnya kan sudah ada aturannya ya, berlaku umum di masa pandemi ini. Sebagian wilayah ada PSBB, sebagian lagi ada regulasi setempat yang mana tujuannya sama untuk pencegahan penyebaran covid-19. Prinsipnya kan protokol kesehatan ya, terkait penggunaan masker dan jaga jarak," kata Halik kepada Republika.co.id, Ahad (6/9). 

IDI sendiri menyoroti ada dua aspek yang perlu menjadi fokus pemerintah dalam penyelenggaraan pilkada serentak 2020 ini. Pertama, pemberlakuan protokol kesehatan demi mencegah pandemi yang semakin meluas. Kedua, mencegah petugas penyelenggara kelelahan sehingga menimbulkan korban jiwa. IDI berkaca pada kejadian pilpres dan pileg 2019 lalu, yang mengakibatkan lebih dari 700 petugas KPPS gugur. 

"Dari kami itu, faktor kelelahan petugas dan faktor pandemi. Karena dulu belum ada pandemi saja sudah ada korban 600an orang. Saat ini juga demikian, belum ada pilkada saja, sudah banyak klaster, dan jumlah kasus masih tinggi. Dan kita tahu pandemi belum terkendali," ujar Halik. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement