REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta masyarakat memilih pemimpin yang memiliki moral dalam Pilkada serentak pada Desember mendatang. Dia mengatakan, Pilkada merupakan momentum masyarakat untuk menentukan pemimpin di daerah mereka masing-masing.
"Yang menentukan mereka jadi pemimpin adalah kita. Masyarakat harus didorong memilih pemimpin, kalau umat Islam, ya sesuai dengan pedoman Alquran dan sunah. Dari segi kapasitas, dari kepribadiannya, moralnya, kan begitu," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dalam keterangan, Ahad (6/9).
Seruan Hasanuddin selaras dengan Peraturan Komidi Pemilihan Umum (PKPU) RI Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali kota Dan Wakil Wali kota.
Dalam pasal 4 ayat 1 huruf j disebutkan bahwa WNI dapat menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota dengan memenuhi persyaratan tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Di antara perbuatan tercela yaitu berjudi, mabuk, terlibat kasus korupsi, narkoba dan berzina.
Dia mengungkapkan, isu moral sempat mengganjal sejumlah calon kepala daerah dalam beberapa perhelatan Pilkada tahun-tahun sebelumnya. Dia mencontohkan, pada 2018 salah satu calon gubernur Jatim terpaksa mengembalikan mandat lantaran beredan foto tak senonoh yang mirip dengan calon tersebut.
Dia melanjutkan, kasus serupa juga pernah terjadi di Pekalongan dimana foto syur mirip calon kepala daerah beredar melalui media sosial. Selain itu, ada sejumlah calon kepala daerah yang berstatus tersangka seperti calon wakil bupati OKU dan calon kepala daerah yang diduga terlibat kasus korupsi meski belum berstatus tersangka.
Dia mengatakan, MUI mendorong KPU untuk tidak mudah meloloskan para bakal calon kepala daerah agar kejadian serupa tak terulang. Lanjutnya, prinsip moral harus dikedepankan karena menyangkut integritas calon pemimpin selain kelengkapan administratif.
Dia mengatakan, apalagi aturan tentang moral sudah termaktub dalam PKPU tentang syarat calon kepala daerah. Menurutnya, publik pun harus menjalankan fungsi kontrol dengan pro aktif melapor ke KPU rekam jejak tak beres para kandidat.
"Cuma masalahnya KPU itu kan terikat dengan aturan-aturan yang berlaku di negara Pancasila ini kan seperti apa. Apakah termasuk kalau ada bukti misalnya atau laporan masyarakat," kata Hasanuddin lagi.
Dia menjelaskan, agama telah memberi petunjuk jelas ihwal pedoman memilih calon kepala daerah agar tidak salah pilih.Dia mengatakan, seorang pemimpin dalam islam disyaratkan figur yang al qawiyyu (kuat) dan al amin (amanah).
"Dia kuat dan amanah. Kuat dari sisi apa? Ya kuat dari sisi segi mental fisik, segala macamnya dan juga yang penting amanahnya itu. Amanah itu kan menyangkut moral. Salah satu prinsip utama amanah itu adalah moral," katanya.
Seperti diketahui, Pilkada Serentak akan dilaksanakan di 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota sudah memasuki tahapan pendaftaran kandidat. KPU telah membuka pendaftaran para bakal calon kepala daerah sejak Jumat (4/9) lalu hingga Ahad (6/9).