Ahad 06 Sep 2020 06:45 WIB

Kenaikan Anggaran Penanganan TBC Diapresiasi Komisi IX

Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak jumlah penderita TBC.

Penyakit TBC (ilustrasi).
Foto: gsahs.nsw.gov.au
Penyakit TBC (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengalokasikan anggaran pengendalian penyakit Tuberculosis (TBC) pada rancangan APBN 2021 sebesar Rp 2,8 triliun. Menanggapi hal itu, anggota Komisi IX DPR RI drg. Putih Sari mengapresiasi langkah pemerintah untuk menaikkan anggaran dalam penanganan kasus TBC di Indonesia.

“Untuk penanganan TBC, saya sangat apresiasi anggarannya tahun 2021 diajukan jauh meningkat. Ini menunjukkan konsistensi pemerintah menjadikan pengendalian TBC sebagai salah satu prioritas di bidang kesehatan,” ujar Putih Sari di Jakarta, Sabtu (5/9/20).

Dia mengatakan, Indonesia merupakan negara ketiga terbesar jumlah penderita TBC, di bawah India dan China. Beban ini bertambah semenjak adanya pandemi Covid-19. “Penurunan notifikasi yang sangat signifikan di Indonesia menunjukkan bahwa ada ribuan kasus yang tidak ditemukan, tidak diobati dan berpotensi menyebar ke masyarakat di tengah pandemi Covid-19,” iata Putih Sari yang juga tercatat sebagai anggota dari Global TB Caucus.

Walaupun anggaran belum ideal dan tidak sesuai dengan usulan anggaran penanganan TBC yang seharusnya Rp 9,5 triliun, tetapi menurut Putih Sari, alokasi sebesar Rp 2,8 triliun ini tetap harus dimaksimalkan.

“Saya mendorong kementrian kesehatan bisa memaksimalkan penanganan penyakit Tuberkulosis dengan adanya kenaikan anggaran penanganan TBC dalam rancangan APBN 2021, dan menyisir distribusinya dalam program dan kegiatan agar tidak overlaping dengan pembiayaan yang berasal dari bantuan organisasi donor global,” kata anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra ini.

Sementara itu Dirjen Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Kemenkes RI Achmad Yurianto menyampaikan banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang saat ini dijadikan rujukan pasien Covid-19 merupakan rumah sakit yang memiliki laboratorium pemeriksaan TBC dan pelayanan pasien TBC, sehingga notifikasi kasus berkurang.

“Kalau di Indonesia angkanya 840 ribu orang, itu prediksi kita dari kasus yang ada. Tapi yang bisa di-notifikasi baru 550 ribu. Artinya masih banyak kasus yang belum ditemukan. Kalau belum diobati bisa menjadi sumber penularan di masyarakat. Ini yang kita kejar,” ungkap Achmad Yurianto yang biasa disapa Yuri ini

Selanjutnya Yuri mengatakan, perlu perubahan perilaku dan kepedulian masyarakat dalam menanggulangi penyebaran TBC dan Kemenkes atas perintah presiden berupaya keras menuntaskan kasus ini pada tahun 2030.

“Presiden perintahkan kita agar kasus TBC bisa segera diselesaikan dan kita ditargetkan selesai 2030. Artinya kita punya waktu cuma sebentar saja,” kata Yuri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement