Jumat 04 Sep 2020 16:46 WIB

Tren Kenaikan Kasus Covid-19 yang Dinilai Mengkhawatirkan

DKI Jakarta masih menempati posisi tertinggi penambahan kasus Covid-19.

Peti mati tiruan diusung di sekitar persimpangan yang sibuk selama kampanye kesadaran virus corona untuk mengingatkan orang tentang risiko tertular Covid-19 dan untuk selalu mematuhi protokol kesehatan di Jakarta, Kamis (3/9). Tren kenaikan kasus Covid-19 di Tanah Air yang masih tetap tinggi dinilai Satgas Penanganan Covid-19 Nasional sebagai situasi yang mengkhawatirkan.
Foto: AP/Achmad Ibrahim
Peti mati tiruan diusung di sekitar persimpangan yang sibuk selama kampanye kesadaran virus corona untuk mengingatkan orang tentang risiko tertular Covid-19 dan untuk selalu mematuhi protokol kesehatan di Jakarta, Kamis (3/9). Tren kenaikan kasus Covid-19 di Tanah Air yang masih tetap tinggi dinilai Satgas Penanganan Covid-19 Nasional sebagai situasi yang mengkhawatirkan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Amri Amrullah, Inas Widyanuratikah, Antara

Pada Jumat (4/9), penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia kembali menembus angka 3.000 kasus. Tepatnya 3.269 kasus positif Covid-19 pada hari ini.

Baca Juga

Artinya, sudah lima kali Indonesia mencatatkan kasus baru di atas 3.000 orang per hari. Dari penambahan kasus hari ini, DKI Jakarta tetap 'mempertahankan' posisinya sebagai provinsi dengan kasus baru terbanyak yakni 880 orang.

Sementara di posisi kedua ada Jawa Barat dengan 385 kasus baru, dalam 24 jam terakhir. Jawa Timur, yang biasanya bertengger di peringkat kedua membayangi DKI Jakarta, kali ini turun ke posisi ketiga dengan 350 kasus baru.

Kalimantan Timur berada di posisi keempat dengan 281 kasus baru dan Bali menyusul dengan 196 kasus baru. Dari lima provinsi dengan penambahan kasus terbanyak hari ini, tidak ada satupun yang mencatatkan kasus sembuh lebih banyak ketimbang kasus barunya.

Jika dilihat dari grafik penambahan kasus harian, jelas terlihat bahwa trennya masih terus menanjak. Bila pada Juli lalu jumlah kasus harian masih berada di kisaran 1.000 sampai 2.000 orang, pada Agustus mulai terjadi peningkatan. Sepanjang Agustus lalu, penambahan kasus harian di atas 2.000 orang mulai jamak.

Kondisinya semakin memburuk pada awal September ini. Tercatat sudah lima kali penambahan kasus harian tembus angka 3.000 dalam sehari. Pertama pada 28 Agustus lalu dengan 3.003 kasus, lalu pada 29 Agustus dengan 3.308 kasus, 2 September dengan 3.075 kasus, 3 September 3.622 kasus, dan hari ini 3.269 kasus.

Selain penambahan kasus baru, kasus sembuh juga dilaporkan mengalami penambahan sebanyak 2.126 orang. Sehingga jumlah kumulatif pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh sebanyak 134.181 orang sampai hari ini.

Pasien yang meninggal dunia juga tercatat bertambah 82 orang, sehingga total ada 7.832 orang yang meninggal dunia dengan konfirmasi positif Covid-19.

Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito mengatakan tren kenaikan kasus yang cenderung meningkat drastis cukup mengkhawatirkan. Salah satu faktornya karena libur panjang yang terjadi baru-baru ini.

"Indonesia masih mengalami kenaikan kasus terutama pada beberapa hari terakhir bahkan kemarin menjadi 3.622 kasus dalam satu hari. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan," kata Wiku dalam diskusi Satgas Penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Jumat (4/9).

Kenaikan itu terjadi akibat laporan kasus baru yang besar dari beberapa provinsi dengan akumulasi kasus Covid-19 cukup banyak seperti DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Wiku menyebut kondisi itu mengkhawatirkan karena Indonesia telah mengalami enam bulan berjuang melawan pandemi tapi dihadapkan dengan fakta penambahan kasus yang semakin tinggi.

"Hal ini terjadi mungkin karena salah satunya adalah libur panjang yang baru saja kita alami bersama dan rupanya masyarakat pergi ke tempat wisata dan mungkin tidak menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin," kata ahli dalam bidang kebijakan kesehatan dan akademisi Universitas Indonesia itu.

Minimnya penerapan protokol kesehatan itu membuat kenaikan drastis jumlah kasus baru akhir-akhir ini. Wiku menegaskan bahwa kenyataan itu harus menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk terus menerapkan protokol pencegahan Covid-19 dengan disiplin.

Protokol kesehatan harus digunakan dengan tepat, seperti selalu memakai masker yang menutupi hidung dan mulut serta berhati-hati ketika membukanya. Dia juga memberi contoh bagaimana terkadang masyarakat lengah menjaga jarak ketika sedang makan atau berada di sekitar keluarga.

Terus tingginya kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta ditanggapi Wagub DKI, Ahmad Riza Patria. Ia menilai meski tinggi, tapi positivity rate DKI masih di bawah nasional.

WHO menetapkan standar positivity rate di angka 5 persen. "Ini jadi fokus dan konsen kita atas data ini. Kalau lihat data 6,6 persen total persentase. Sepekan memang 12,5 persen," katanya, Jumat (4/9).

Lebih lanjut, Ariza mengungkapkan, jumlah orang dites per hari ini 7.270 orang. Jumlah mereka yang dites PCR mencapai 53.566 dalam sepekan. Untuk tes PCR yang disyaratkan seribu per 1 juta penduduk, DKI sudah mencapai 62.063 orang per 1 juta penduduk.

"Bicara tes, Jakarta ini yang terbaiklah. 660.661 orang yang dites. Positivity rate sepekan ini 11,2 persen. Kalau nasional 13,5 persen. Jadi DKI masih di bawah angka nasional," terangnya.

Terkait wacana melakukan rem darurat seperti yang sempat disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Ariza menyampaikan pilihan itu memang tidak mudah. Kalau kembali ke PSBB sebelumnya semua aktivitas dikhawatir berhenti total. Karena itu ia menyebut Pemprov DKI sedang berupaya mencari jalan terbaik dengan terus memperpanjang PSBB transisi.

Termasuk ke pelaku usaha, dikatakan dia, sejak ada masa pandemi semua bidang hidup semakin realistis terutama para pengusaha, terus berpikir ulang untuk bertahan. Dan itu memang berdampak pada ekonomi. Karena itu Ariza berpesan bersama bisa mengurangi Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat hingga ditemukannya vaksin, sshingga dunia usaha bisa bergerak kembali.

Selama obat Covid-19 belum ditemukan, penggunaan masker adalah kunci menjaga diri dari wabah tersebut. Dosen Bidang Studi Kesehatan Global Griffith University School of Medicine, Febi Dwirahmadi, menilai dalam membangun kebiasaan menggunakan masker, perlu melakukan pendekatan sosial. Hal ini penting untuk menanamkan kebiasaan menggunakan masker dan membuat masyarakat bisa lebih menerima kebiasaan baru tersebut.

"Masalah Covid-19 ini juga tidak cuma ahli epidemiologis saja, tapi juga ahli perubahan perilaku, ahli sanitasi, ahli lingkungan. Karena intinya adalah bagaimana mengubah masyarakat," kata Febi.

Selain itu, menurut dia orang yang tidak menggunakan masker jangan justru dihujat atau ditekan. Seseorang yang menolak menggunakan masker perlu didalami alasannya. Sebab, penolakan seseorang terhadap anjuran pemerintah selama masa pandemi ini akan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.

Ketika seseorang tidak menggunakan masker, bisa jadi mereka memang tidak memilikinya. Jika mereka memang menolak, maka perlu dilihat social capital-nya.

"Ini maksudnya saling dukung mendukung satu sama lain di masyarakat itu. Sehingga akhirnya masyarakat saling mengingatkan," kata dia menambahkan.

Komunikasi publik dari pejabat ketika menetapkan sebuah kebijakan juga perlu dipikirkan. Ia mencontohkan pernyataan Satgas Covid-19 mengenai menonton bioskop bisa meningkatkan imunitas. Menurut Febi, hal-hal semacam ini perlu diperbaiki.

"Jadi tidak hanya dengan mengajak masyarakat, tapi hal-hal seperti ini perlu kita evaluasi," kata Febi menambahkan.

Dialog kepada masyarakat, menurutnya harus jelas tujuannya. Setelah itu semua dilakukan, Febi mengatakan evaluasi harus tetap dilakukan agar di kemudian hari bisa membuat kebijakan yang lebih baik. Ia menambahkan, terkait penggunaan masker ini perlu dibuat sistem reward and punishment. Ia mencontohkan di Victoria, Australia orang yang tidak menggunakan masker dikenai denda. Menurutnya, sistem semacam itu akan lebih efektif daripada menekan seseorang untuk menggunakan masker.

photo
Klaster keluarga Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement