Kamis 03 Sep 2020 14:19 WIB

Skema Vaksin Covid-19, Gratis dan Mandiri

Sampai saat ini pemerintah belum memiliki patokan harga vaksin Covid-19.

Petugas kesehatan beraktivitas di area Puskesmas Garuda, Jalan Dadali, Kota Bandung, Jumat (14/8). Sedikitnya 100 relawan disuntik vaksin Covid-19 setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan tes usap yang digelar di lima lokasi yakni Balai Kesehatan Unpad, Puskesmas Garuda, Puskesmas Dago, Puskesmas Ciumbuleuit, Puskesmas Sukapakir. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas kesehatan beraktivitas di area Puskesmas Garuda, Jalan Dadali, Kota Bandung, Jumat (14/8). Sedikitnya 100 relawan disuntik vaksin Covid-19 setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan tes usap yang digelar di lima lokasi yakni Balai Kesehatan Unpad, Puskesmas Garuda, Puskesmas Dago, Puskesmas Ciumbuleuit, Puskesmas Sukapakir. Foto: Abdan Syakura/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Nursyamsi, Rr Laeny Sulistyawati

Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Erick Thohir menyampaikan vaksinasi ditargetkan mulai dilakukan pada awal 2021. Targetnya, paling cepat vaksin Covid-19 bisa mulai dilakukan akhir tahun ini.

Baca Juga

Penerintah menyiapkan dua skema vaksinasi yakni vaksin gratis dan vaksin mandiri bagi masyarakat atau perusahaan yang mampu secara ekonomi untuk membeli vaksin. "Vaksin ada yang merupakan bantuan, gratis dari pemerintah, apakah nanti datanya dilebarkan dengan BPJS kesehatan yang jumlah penerima bantuan iuran (PBI) ada 93 juta, nah itu jadi prioritas masuk dalam vaksin gratis pemerintah," ujar Erick saat koordinasi dengan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng Mohammad Faqih dan Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadillah di Jakarta, Kamis (3/9).

Skema kedua melalui vaksin mandiri di mana masyarakat atau perusahaan yang memiliki kemampuan ekonomi untuk membayar vaksinasi. Erick menyebut pengusaha yang berada di bawah Kadin menyampaikan kesiapannya melakukan vaksin mandiri.

"Bukan berarti yang bayar didahulukan daripada yang gratis, tidak. Nanti ada sinkronisasi, jadwal, dan data, bukan berarti malah diputarbalikkan pemerintah mencari uang. Yang bisa mandiri ya harus bisa, toh pengusaha selama ini dapat duit dari Indonesia," ucap Erick.

Erick mengatakan, sejak awal BUMN sangat agresif mencari solusi lewat kerja sama baik dengan Balitbangkes dan Eijkman hingga perjanjian kerja sama dengan Bio Farma pada Maret atau April lalu untuk Vaksin Merah Putih (MP). Di saat yang bersamaan, lanjut Erick, BUMN seperti Bio Farma dan Kimia Farma berhasil menggandeng perusahaan China, Sinovac dan perusahaan UEA, G42 untuk bahan baku vaksin.

Erick menyampaikan pemerintah tengah mematangkan proses pengadaan vaksin agar tepat sasaran dan tidak menjadi perdagangan yang menguntungkan bagi sebagian orang. Erick mencontohkan pengadaan vaksin di Inggris sebanyak empat kali lipat dari total jumlah penduduk. Sementara itu, Indonesia baru memfokuskan 70 persen dari 237 juta penduduk.

Selain kerja sama dengan Sinovac dan G42, kata Erick, pemerintah terus mendorong pengembangan Vaksin Merah Putih. Kendati begitu, Erick belum bisa menyebutkan kisaran harga vaksin mandiri lantaran dinamika yang tinggi dan amat tergantung pada masing-masing penjual.

"Yang tetapkan harga penjualnya karena itu kenapa vaksin merah putih harus dibuat supaya jika negara lain mau beli vaksin, kita juga yang tetapkan harga," ujar Erick.

Erick menilai perbedaan harga bahan baku maupun vaksin dalam bentuk jadi bisa saja berbeda pada setiap perusahaan atau negara, mulai dari 5 dolar AS per vaksin hingga 20 dolar AS per vaksin. Perbedaan harga, menurut Erick, tidak memengaruhi kualitas vaksin. Pasalnya, lanjut Erick, kualitas setiap vaksin sama bagusnya lantaran sudah melalui uji klinis tahap III.

"Mungkin cara menemukannya lebih mahal, kapasitas produksi lebih sedikit, macam-macam dinamikanya. Karena itu, Vaksin Merah Putih harus dilakukan," ucap Erick.

Melihat dinamika, kata Erick, pemerintah tak lantas langsung memilih vaksin dengan harga yang lebih murah. Pemerintah, ucap Erick, akan mengkaji secara cermat proses pengadaan vaksin, baik dari segi kualitas maupun harga. Erick juga menyambut positif usulan IDI dan PPNI mengenai adanya tim penilai vaksin.

"Kemarin ketemu Kadin untuk memastikan jangan juga nanti mereka merasa diperas, tapi saya minta para pengusaha tadi menjadi bagian yang mandiri, jika ditanya kisaran harga berapa yang mandiri, tergantung nanti karena kita belum bisa buat, kita tergantung negara lain," kata Erick menambahkan.

Nantinya, Erick menegaskan 1,5 juta tenaga kesehatan tersebut mendapat prioritas untuk divaksin. Erick meminta IDI dan PPNI melakukan validasi data dokter dan perawat yang akan mendapat vaksin terlebih dahulu.

"Kita meminta masukan kriteria dokter dan perawat karena ada macam-macam ada dokter paru, jantung, dan lain-lain. Perlu ada klasifikasi kita minta masukan IDI dan PPNI," ucap Erick.

Selain itu, kata Erick, pemerintah juga sedang melakukan evaluasi dan introspeksi guna mendorong peningkatan perlindungan terhadap dokter dan perawat. "Kami dari BUMN juga ingin memastikan pelatihan para perawat yang saat ini di ICU jumlahnya sangat terbatas karena itu kami BUMN ada 70 rumah sakit dan ada pendidikannya, kita akan coba sinergi nanti supaya meningkatkan jumlah perawat ahli," kata Erick.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng Mohammad Faqih mengajak seluruh elemen bangsa, termasuk masyarakat bergotong royong dalam melawan Covid-19. Daeng menyambut positif rencana pemerintah yang akan membantu vaksinasi gratis dan juga menyediakan vaksin mandiri bagi orang yang mampu.

"Organisasi profesi seperti kami, PPNI, ikatan bidan yang biasa melakukan vaksinasi akan konsolidasi membantu komite agar pada saatnya penyuntikan vaksin di lapangan," ucap Daeng.

Daeng mengusulkan adanya kajian terhadap kasus kematian petugas kesehatan dalam penanganan Covid-19. Daeng menilai verifikasi lapangan terhadap kasus kematian petugas kesehatan menjadi masukan bagi pemangku kebijakan dan profesi yang membuat pedoman agar ada perbaikan.

"Tujuan dari tim yang lakukan kajian kematian petugas kesehatan dan pasien pada umumnya, kita ingin kualitas pelayanan lebih baik, kita ingin upayakan tingkat kematian ditekan," lanjut Daeng.

Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadillah menyampaikan apresiasi atas langkah komite yang melibatkan organisasi profesi selama pandemi. Harif menyarankan perlu ada skala prioritas dalam pemberian vaksin. "Prioritas vaksin kepada petugas kesehatan yang berisiko tinggi karena tidak bisa serentak mungkin bertahap maka perlu skala prioritas berisiko tinggi, kami bantu mapping," ungkap Harif.

Kemarin, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/ Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Soemantri Brodjonegoro telah menegaskan pentingnya Indonesia juga mengembangkan vaksinnya sendiri. Ia menegaskan, kemandirian bangsa ini penting untuk diwujudkan karena Indonesia adalah negara dengan penduduk 260 juta jiwa yang tentunya semua membutuhkan vaksin.

Pemerintah tidak menutup kemungkinan vaksinasi bisa dilakukan lebih dari sekali per orang. Sehingga kebutuhan vaksin Covid-19 diperkirakan bisa mencapai di atas 300 hingga 400 juta ampul.

"Otomatis ini membutuhkan kemandirian, baik dalam sisi produksi maupun dari sisi pengembangan bibit vaksin," katanya.

Dalam rangka pengembangan bibit vaksin, dia melanjutkan, pihaknya dengan segenap kekuatan di bidang penelitian dan pengembangan berupaya mengembangkan vaksin merah putih, di mana salah satunya dikembangkan oleh Lembaga Bio Molekuler (LBM) Eijkman yang ada di bawah komando Kemenristek/BRIN. Ia menambahkan, Lembaga Eijkman saat ini sedang mengerjakan vaksin dengan platform subunit protein rekombinan, baik yang berbasis sel mamalia maupun berbasis sel ragi. Selain itu, dia melanjutkan, Eijkman juga mulai mengembangkan pendekatan virus yang dilemahkan.

"Jadi ada tiga platform yang akan dikembangkan oleh LBM Eijkman," katanya.

Bukan hanya Eijkman mengembangkan vaksin, melainkan juga ada empat institusi lain yang ikut dalam proses ini. Menurutnya, nama Vaksin Merah Putih tidak hanya milik Eijkman karena yang terpenting bibit vaksinnya diteliti dan dikembangkan di Indonesia. Ia menyebutkan, tim lain yang juga terlibat dalam pengembangan vaksin merah putih adalah Universitas Indonesia (UI) yang mengembangkan tiga platform yaitu DNA, RNA, dan platform virus seperti partikel.

Kemudian kedua, tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang mengembangkan dengan platform adenovirus, dan tim ketiga adalah dari Universitas Airlangga (Unair) yang juga mengembangkan platform adenovirus. Terakhir yakni Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang mengembangkan platform protein rekombinan.

"Kami bersyukur banyak peneliti luar biasa dari negara ini yang berupaya untuk meneliti. Harapannya bisa mengembangkan dan melahirkan bibit-bibit vaksin yang nantinya siap untuk diproduksi," katanya.

photo
Tujuh Kandidat Vaksin Covid-19 - (Data Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement