Rabu 02 Sep 2020 17:57 WIB

Mahfud Sebut Kondisi Hukum di Indonesia Kacau Balau

Ada nafsu oknum penegak hukum menjadikan hukum sebagai industri.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Mahfud MD.
Foto: Prayogi/Republika
Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menilai, aturan dan sistem hukum yang dibuat di Indonesia sudah bagus. Namun, kondisinya kacau balau karena ada nafsu dan keserakahan dalam diri oknum penegak hukum dengan menjadikan hukum sebagai industri.

"Merekayasa pasal. Buang barang buktinya, dan macam-macam. Karena hukum bisa diindustrikan," ujar Mahfud saat menjadi pembicara kunci peluncuran 28 buku di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (2/9).

Dia mengatakan, karena dijadikan industri, maka oknum hakim dapat mengetahui pihak mana yang akan menang ketika ada yang bertengkar. Oknum hakim itu dapat memilih peraturan perundang-undangan yang cocok bagi pihak yang hendak dimenangkan.

"Maka kalau ada orang yang bertengkar, mau menang, oknum hakim bisa tahu pihak mana yang mau dimenangkan. Ia bisa memilih undang-undang, dan pasal-pasal yang cocok bagi pihak yang mau dimenangkan," ujar mantan ketua MK itu.

Karena itu, Mahfud pada kesempatan tersebut mengingatkan, pentingnya moral dalam penegakan hukum di Indonesia. Mulanya, dia menyampaikan, MK sebagai lembaga hukum sangatlah istimewa. Sebab, lembaga hukum ini mencakup tiga bagian dalam ilmu hukum, yakni filosofi hukum, asas hukum yang lahir dari filosofi hukum, dan norma hukum.

"MK itu unik dan istimewa, bekerja di tiga tataran ini. Berbeda dengan peradilan lain," ujar Mahfud.

Di luar itu, Mahfud menyebutkan, masih banyak orang yang mencampuradukkan antara filosofi, asas, dan norma hukum. Dia mengatakan, filosofi dan asas hukum tidak menimbulkan sanksi. "Pada intinya, hukum yang bernilai filosofi dan asas, tidak memiliki sanksi. Yang ada, hanya sanksi moral atau disebut sanksi otonom," kata dia.

Melihat itu, Mahfud menilai, menjadi penting saat ini bagi lembaga peradilan dan penegak hukum untuk jangan hanya menegakkan sanksi yang sifatnya normatif. Sanksi moral atau otonom atas hal-hal yang berada di luar norma hukum perlu pula dikampanyekan.

"Nah di antara pilihan-pilihan ini, di situlah letak moral dan kearifan ditempatkan. Kebaikan yang melekat dalam sistem hukum, selalu akan ada nafsu koruptif dan keserakahan para pelaksananya. Tinggal konsistensi serta sanksi moral dan otonom inilah yang menjadi amat penting," ucap dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement