REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Dessy Suciati Saputri, Novita Intan
Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sakti Wahyu Trenggono mengaku prihatin dengan kesejahteraan para prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini. Hal tersebut ia sampaikan menjawab pertanyaan beberapa anggota Komisi I DPR yang menyoroti soal kesejahteraan prajurit TNI.
"Saya setuju (minimnya kesejahteraan prajurit TNI), saya pun menangis, Pak. Sama seperti Bapak begitu saya masuk ditugaskan Presiden membantu Pak Prabowo, kami berdua selalu berpikir bagaimana TNI ini sejahtera," kata Trenggono dalam rapat kerja Komisi I dengan Kementerian Pertahahan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/9).
Trenggono mengisahkan, suatu saat dirinya pernah bertanya kepada sopirnya, apakah sopirnya sudah memiliki rumah atau belum. Kepada dirinya si sopir mengaku bahwa dirinya belum memiliki rumah.
"Aduh kalau saya kasih rumah misal buat sopir nanti yang lain bagaimana? Itu salah satu contoh, dari mana ini? Kira-kira begitu," ungkap Wahyu.
Trenggono mengungkapkan bahwa Kementerian Pertahanan saat ini terus mencari cara untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI. Dirinya memohon dukungan DPR untuk sama-sama memperjuangkan kesejahteraan prajurit TNI.
"Saya mohon dukungan dari bapak dewan yang terhormat untuk kemudian kita berjuang bersama pemerintah, kita cari cara yang terbaik supaya para prajurit kita, mohon izin, jangan sampai prajurit kita naik kapal laut lalu kemudian prajurit yang lain menggunakan pesawat terbang, ada yang begitu, ini kenyataan," ujarnya.
Sebelumnya dalam rapat yang digelar siang tadi, Komisi I DPR menyoroti soal kesejahteraan prajurit. Anggota Komisi I DPR Sukamta mengaku dirinya masih menemui di lapangan masih adanya standar harga barang dan jasa sejak sebelum zaman reformasi yang masih dipakai sampai saat ini.
"Sampai awal tahun kemarin itu standar harga barang dan jasa yang dipakai untuk kompensasi kepada terkait kesejahteraan prajurit, uang lauk pauk lah, uang pesangon ketika meninggalkan tugas, itu masih standar barang dan jasa sebelum reformasi. Saya kira mungkin sejak zaman Pak Menhan masih jadi danjen (komandan jenderal) Kopassus standar harga barang dan jasanya masih dipakai di kopassus hari ini," kata Sukamta.
Dia menyebut perseteruan antara Polri dan TNI yang kerap terjadi sering dilatarbelakangi oleh kecemburuan terkait kesejahteraan. Ia berharap kesejahteraan prajurit TNI bisa sejajar dengan kesejahteraan Polri.
"Bukan kita ingin mengurangi yang polisi, yang sudah sejahtera ini kita dorong terus tapi kita berharap yang TNI mohon bisa diakselerasi supaya bisa mengejar. Sebab kalau ini akar masalahnya, kita mau ancam dengan ancaman yang keras, mau kita disiplinkan bagaimana pun juga ini sepanjang masih perasaan cemburu itu tidak diselesaikan ini akan terus mudah dipicu," ujar politikus PKS tersebut.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Gerindra Yan Permenas Mandenas. Yan menilai perlu dibedakan antara prajurit TNI yang bertugas di Papua dengan yang bertugas di daerah lain dari sisi kesejahteraan. Tingkat kemahalan yang berbeda perlu dipertimbangkan oleh Kementerian Pertahanan.
"Karena tingkat kemahalan harga di Papua itu satu hari kita makan saja, satu orang Rp 100 ribu itu tidak cukup itu. Jadi ini harus jadi catatan supaya prajurit-prajurit kita yang tugas di Papua tidak terus menerus ditelantarkan seperti itu," ungkapnya.
Dia berharap Kemenhan bisa memberian kepastian terkait hal tersebut. Ia juga berharap agar persoalan kesejahteraan prajurit menjadi prioritas utama tiga matra di TNI.
"Kami berharap untuk soal kesejahteraan prajurit ini menjadi skala prioritas dari tiga matra untuk dibahas dengan Kemenhan supaya dicari solusi ke depannya perlu kita dorong ada penyetaraan antara TNI dan Polri sehingga jangan sampai yang satu tinggi, yang satu rendah, ini tidak boleh juga Pak. Ini yang kami harapkan menjadi prioritas ke depan dari Mabes TNI.
Di awal tahun ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan kesejahteraan prajurit serta pensiunan TNI, dan meningkatkan SDM-nya. Jokowi mengatakan, pemerintah juga telah melakukan perubahan struktur organisasi TNI sehingga bisa menambah posisi bagi perwira tinggi dan turunannya ke bawah.
"Kita juga akan mengajukan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, antara lain, yang berkaitan dengan urusan pensiun bagi perwira, bintara, dan tamtama yang selama ini usia pensiun 53 tahun akan kita usulkan untuk diubah menjadi 58 tahun," kata Jokowi.
Karena itu, Presiden juga meminta agar dibuat rencana strategi (renstra) untuk kesejahteraan prajurit, baik itu yang berkaitan dengan perumahan, kesehatan, maupun tunjangan kinerja. Selain itu, Jokowi pun mengapresiasi prajurit-prajurit yang bertugas di lokasi sulit, misalnya di Natuna.
"Saya sangat mengapresiasi prajurit-prajurit kita yang bertugas di lokasi-lokasi tersulit. Saya lihat kemarin di Natuna ada markas baru marinir, ada markas TNI komposit di sana juga ada dengan komplek yang saya kira besar," ujar Jokowi.
Tahun lalu, Badan Anggaran (Banggar) DPR mengusulkan kepada pemerintah untuk menaikkan gaji pokok personel TNI. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup kesejahteraan prajurit TNI yang lebih baik.
Selama ini gaji prajurit TNI belum bisa dikatakan layak. Kenaikan gaji yang didorong adalah kenaikan gaji pokok prajurit.
Pemerintah juga diminta untuk menyediakan anggaran untuk pemenuhan perumahan yang layak bagi anggota TNI. Secara keseluruhan, DPR meminta kegiatan belanja pemerintah pusat diarahkan untuk meningkatkan kualitas belanja dalam menstimulasi perekonomian, kesejahteraan dan mendorong penghematan fiskal melalui aspek aparatur, aspek efisiensi kualitas dan kredibilitas belanja program prioritas dan agenda strategis.
Presiden telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Aturan Gaji Anggota TNI. Dalam Perpres tersebut, gaji prajurit dengan pangkat terendah hingga perwira tinggi naik sekitar 5 persen.