REPUBLIKA.CO.ID, oleh Binti Sholikah, Febrianto Adi Saputro, Rizkyan Adiyudha
DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Solo memutuskan untuk abstain dalam pendaftaran calon wali kota dan wakil wali kota di pemilihan kepala daerah (Pilkada) Solo 2020. DPD PKS bahkan menyatakan kemungkinan mereka untuk golput pada hari pemungutan suara 9 Desember 2020.
Ketua DPD PKS Kota Solo, Abdul Ghofar Ismail mengatakan, DPP PKS telah meminta bantuan kepada DPP PKS untuk lobi tingkat pusat agar dapat membentuk koalisi dan mengusung calon. Namun, sampai saat ini belum ada hasil dari lobi tersebut.
"Ternyata sampai hari ini belum ada tanda-tanda koalisi akan terbentuk. Sehingga kami menyampaikan, sampai pendaftaran besok tanggal 4-6 September kami tidak ikut mendaftar bersama koalisi besar atau calon perseorangan. Jadi kami tidak ikut keduanya," terang Abdul Ghofar kepada wartawan, Senin (31/8).
Abdul Ghofar menyatakan, PKS memilih abstain pada saat pendaftaran calon wali kota dan wakil wali kota ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena tidak punya calon yang diusung dan didukung. Namun, terkait pilihan, nantinya PKS akan menggali lebih jauh melalui jajak pendapat dari struktur PKS di DPC sampai tingkat kelurahan, serta meminta pendapat para kader.
"Setelah calon wali kota dan wakil wali kota ditetapkan KPU, kami akan memperluas jajak pendapat. Dari pemilih PKS yang bisa kami identifikasi, tokoh-tokoh yang selama ini membantu PKS dan masyarakat, sebaiknya sikap PKS pada 9 Desember nanti seperti apa. Hasilnya akan kami laporkan kembali ke DPW dan DPP," imbuhnya.
Keputusan resmi PKS nantinya akan diumumkan secara terbuka. Sebab, menurut Abdul Ghofar, banyak pemilih PKS yang tidak teridentifikasi.
Abdul Ghofar menegaskan, PKS masih memegang komitmen untuk mewujudkan demokrasi sehat dan berkualitas di Kota Solo. Dua bakal pasangan calon (bapaslon) yang tampil saat ini, dinilai muncul dengan paksaan.
Dua bapaslon tersebut yakni Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa dan Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo). Gibran–Teguh dianggap sebagai calon yang melegitimasi praktik politik dinasti. Sedangkan, pasangan perseorangan dianggap luar biasa karena selama ini tidak dikenal tetapi bisa lolos verifikasi faktual dari KPU.
"Sikap ini baru pertama kali, karena Pilkada Solo tahun ini istimewa. Biasanya selama ini kami memilih salah satu calon. Tapi nampaknya di Solo ini sangat istimewa. Calonnya kita sudah tahu semua, prosesnya juga sudah tahu," ucapnya.
Abdul Ghofar juga menyebut adanya kemungkinan golput karena golput dijamin oleh Undang-Undang. Apalagi, ada pernyataan Bawaslu terkait diperbolehkannya mengampanyekan golput asal tidak mengganggu pemilu. Sedangkan hal yang tidak boleh dilakukan, antara lain, memaksa orang untuk golput, politik uang (money politik), serta memaksa agar tidak mencoblos atau tidak hadir di tempat pemungutan suara (TPS).
"Artinya kami bisa lebih terbuka setelah jajak pendapat kalau pemilih PKS menghendaki kami golput. Kalau mendukung salah satu calon akan kami sosialisasikan, kalau golput juga kami sosialisasikan. Kami sudah biasa oposisi tunggal," jelasnya.
Sementara itu, Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPD PKS Kota Solo, Sugeng Riyanto, menyatakan, partainya telah membuat tiga simulai terkait Pilkada Solo. Ketiganya yakni, mendukung Gibran-Teguh, mendukung Bajo, atau golput. Menurutnya, tiga opsi tersebut muncul karena usaha PKS mengusung calon alternatif tidak berhasil.
"Pilih Gibran-Teguh sepertinya tidak, independen sepertinya sama saja, tidak. Kemungkinan opsi ketiga, abstain,” ujarnya.
Presiden PKS Sohibul Iman sebelumnya mengatakan, PKS sebenarnya ingin menghadirkan lawan yang seimbang untuk pasangan calon Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa. Namun, karena PKS tidak memiliki cukup kursi dan mayoritas partai juga telah mendukung Gibran, PKS memutuskan untuk abstain.
"Sekarang memang ada independen, ya kalau independen kan memang tidak perlu usungan dan dukungan partai kan, karena itu PKS ya sudah teman-teman di Solo menginginkan abstain," ujarnya.
Survei Indonesian Public Institute (IPI) yang diumumkan pekan lalu, mendapati bahwa masyarakat tidak akan memilih (golput) jika ada skenario kotak kosong terjadi dalam pilkada di daerah mereka. Hal itu juga terjadi di Solo.
"Ada yang belum memutuskan, mereka yang wait and see itu menyumbang angka undecided voters. Untuk meningkatkan partisipasi pemilih itu bukan hanya tugas KPU tapi kontestan juga," kata Direktur Ekskutif IPI Karyono Wibowo dalam konferensi virtual di Jakarta, Kamis (27/8).
Hasil survei juga mendapati bahwa, 53,3 persen masyarakat bakal memilih Gibran di Pilkada serentak pada Desember nanti. Sebesar 1,6 persen akan memilih kotak kosong dan 4,6 persen tidak akan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Sementara, sebesar 40,3 persen masih merahasiakan jawaban atau belum memutuskan.