Senin 31 Aug 2020 12:52 WIB

Anjay, Bu Tejo, Dilarang Live Streaming

Jangan memakai kata kurang pantas seperti 'anjay', apalagi berghibah seperti Bu Tejo.

Karakter Bu Tejo dalam film Tilik
Foto:

Kini kita sampai kepada "Raja Terakhir" dalam ulasan ini: Bu Tejo. Setidaknya ada 19 juta lebih warganet yang rela menghabiskan waktunya selama 30 menit 32 detik untuk melihat cerocosannya Bu Tejo dalam film pendek "Tilik" di Youtube.

Sosok Bu Tejo mendadak viral. Wajahnya, dialognya, hingga ekspresinya menyesaki timeline banyak media sosial.

Bicara Bu Tejo tak afdol rasanya membicarakan film "Tilik" yang membuat nama Bu Tejo naik daun di dunia maya. Dalam deskripsi di akun Ravacana Films, film "Tilik" adalah hasil kerja sama Ravacana Film dengan Dinas Kebudayaan DIY. Garis besarnya, film tersebut menceritakan sekelompok ibu-ibu dari sebuah desa yang ingin menilik atau menengok Ibu Lurah yang sedang sakit dan dirawat di rumah sakit. Mereka menggunakan truk sebagai sarana transportasi untuk pergi ke rumah sakit tempat Bu Lurah yang berada di kota.

Dalam synopsis yang ditampilkan tertulis: "Dian adalah seorang kembang desa. Banyak lelaki yang mendekatinya hingga datang melamarnya. Warga desa bergunjing tentang status lajang Dian. Dalam satu kesempatan perjalanan naik truk dalam rangka menjenguk (tilik) Bu Lurah di Rumah sakit di kota, beberapa warga berdebat tentang siapa yang bakal mempersunting Dian. Perjalanan “tilik” menjadi penuh gosip dan petualangan bagi para warga desa yang naik truk tersebut."

Namun, titik berat mengapa film yang tayang sejak 2018 tersebut bukan pada sosok Dian yang memang ayu menurut mata laki-laki. Namun, film ini menjadi viral lantaran karakter Bu Tejo yang diperankan Siti Fauziah Saekhoni. Karakter Bu Tejo yang sepanjang film nyinyirin Dian, membuat film ini melesat menjadi buah bibir.

Film ini, dengan karakter Bu Tejo yang sepanjang perjalanan di atas truk tidak pernah berhenti ngerasani cah ayu (Dian), membuat penontonnya gregetan. Jika membaca kolom komentar, Anda akan menemukan banyak sekali yang setuju Bu Tejo adalah cerminan manusia Indonesia, khususnya ibu-ibu yang kerap kali mengomentari kehidupan orang lain. Hampir semua karakter di film "Tilik" adalah gambaran tim ghibah di setiap kesempatan.

Oke kita bedah satu per satu. Pertama tentu saja Bu Tejo yang digambarkan sebagai "pembakar isu" kepada rekan-rekannya. Karakter seperti Bu Tejo biasanya memiliki sekutu yang di film "Tilik" dimunculkan sosok Yu Tri yang kerap "melemparkan bensin" agar topik obrolan semakin panas dan ikut misuh-misuh. Sosok yang tak kalah menarik adalah Yu Sam yang tidak punya pendirian. Terkadang membela orang yang sedang dighibahin, terkadang membenarkan.

Selanjutnya adalah Yu Ning, sosok ibu-ibu yang baik hati serta selalu membantah semua yang diucapkan Bu Tejo. Dan yang tak kalah penting di film itu adalah karakter Gotrek, sopir truk yang mewakili kaum laki-laki ketika membicarakan wanita cantik. Terakhir tentu saja sosok Dian, perempuan muda nan cantik yang menjadi sasaran ghibah ibu-ibu di atas truk yang diakhir cerita sang sutradara menggambarkan sebagian ucapan Bu Tejo ada benarnya.

Lantas apa yang membuat film "Tilik" bisa ditonton sampai hampir 20 juta kali? Satu kuncinya: ghibah.

Menghibah memang tidak kenal batas tempat. Mau di kantor, tikungan gang, saat belanja di tukang sayur keliling, arisan, angkot, atas truk, bahkan ketika silaturahim ke rumah saudara saat Hari Raya Idul Fitri. Padahal ngerasani orang itu seperti "jebakan betmen". Benar jadi ghibah, keliru jadi fitnah. Dua-duanya buruk karena ghibah dan fitnah bisa menimbulkan bahaya dan kesalahpahaman.

Sanksi bagi pengghibah sangat berat, salah satunya pahala yang mengghibah pindah kepada orang yang dibicarakan dan dosa-dosa yang dibicarakan pindah kepada pengghibah tersebut. "Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang Muslim). (H.R. Bukhari)

Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah bersabda: Ketika saya dimirajkan, saya melewati suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga sedang mencakar wajah dan dada mereka. Saya bertanya: Siapakah mereka ini wahai Jibril? Jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan melecehkan kehormatan mereka, (HR Abu Daud 4878. Hadis shahih).

Itu buat yang berghibah, lalu bagaimana hukumnya orang yang mendengarkan ghibah? Ya sami mawon.

Terus solusinya bagaimana? Seperti kata Ibu Tejo: "Jadi orang yang solutif gitu lho".

Ibnu Mubarak mengingatkan agar pergi meninggalkan ghibah. Pergilah dari orang yang menggunjing, sebagaimana engkau lari dari kejaran singa.

Lalu masih berselerakah kita ngomongin orang, terutama keburukannya? Seperti Bu Tejo yang mulut pedasnya tak berhenti-berhentinya ngomongin Dian, Bu Tejo yang tak mau kalah dalam perdebatan, Bu Tejo yang kalau bicara seperti rumah klaster (gak ada pagernya), Bu Tejo yang memberikan uang tambahan kepada Gotrek sebagai bagian dari sogokan karena suaminya ingin mencalonkan diri sebagai lurah. Eh, maaf lho ya, ini bukan ngomongin orang, tapi cuman sebagai contoh saja.

Saya sudahi saja tulisan ini, sebelum dilaporin ke saudaranya Bu Tejo yang polisi bintangnya lima jejer-jejer. Tabik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement