REPUBLIKA.CO.ID, CIAMIS -- Bantuan kuota internet dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk guru dan siswa selama masa pandemi Covid-19 dinilai tak menyelesaikan masalah sekolah di daerah. Sekolah tetap harus melaksanakan proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) di tengah keterbatasan jaringan internet.
Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Plus Pasawahan, Kabupaten Ciamis, Paryono mengaku telah mendapat informasi mengenai bantuan kuota internet dari Kemendikbud. Pihak sekolah bahkan telah mendata nomor guru dan siswa yang berhak mendapat bantuan itu ke data pokok pendidikan (dapodik). Namun, ia belum mengetahui kapan bantuan itu akan terealisasi.
Menurut dia, kebijakan Kemendikbud itu tentu membantu kegiatan belajar, khususnya bagi siswa yang kurang mampu. Namun itu belum sepenuhnya menyelesaikan permasalahan sekolah di daerah. "Kita inginnya belajar itu bisa kembali dilakukan di sekolah," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (30/8).
Menurut dia, bantuan kuota itu akan percuma ketika digunakan di daerah yang koneksi internetnya sulit dijangkau. Para siswa, lanjut dia, tetap harus mencari sinyal ke tempat yang terjangkau jaringan dan berkumpul. Apalagi, tak semua siswanya memiliki telepon pintar (smartphone).
Republika.co.id sebelumnya pernah memberitakan kondisi PJJ di SMK Plus Pasawahan dan SMP Pasawahan. Para siswa di Desa Pasawahan, Kecamatan Banjaranyar, Kabupaten Ciamis itu, bahkan ada yang harus belajar di poskamling lantaran di rumah mereka tak ada jaringan internet. Proses belajar di poskamling itu pun harus dilakukan bersama, sebab masih ada siswa yang tak memiliki smartphone.
Paryono mengatakan, pihak sekolah sudah mengajukan permintaan ke pemerintah daerah agar dapat diberikan izin menggelar kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka. Namun, untuk dapat kembali menggelar KBM itu terlampau banyak syarat yang harus dipenuhi. "Selama ini kita masih terus melakukan PJJ. Karena sekolah juga belum dapat izin menggelar KBM tatap muka," kata dia.
Pihak sekolah pun juga tak ingin memaksakan menggelar KBM tatap muka di sekolah, karena pasti disalahkan pemerintah. Sementara orang tua siswa terus mengeluhkan kebijakan PJJ yang selama ini dilakukan sekolah. "Kita juga dilema, seperti makan buah simalakama," kata dia.
Bantuan kuota itu tak hanya disangsikan Paryono. Guru di SDN 3 Cigorowong, Desa Sukamukti, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Aris Riswandi. Dia juga menyangsikan bantuan kuota internet dari Kemendikbud dapat menyelesaikan masalah sekolah di daerah.
Menurut dia, permasalahan utama sekolah di daerah bukanlah ketiadaan kuota internet untuk belajar secara daring. Lebih dari itu, para siswa di sekolahnya tak memiliki perangkat teknologi seperti smartphone atau laptop.
Ia menyebutkan, dari total sekira 80 siswa di SDN 3 Cigorowong, hanya setengahnya yang memiliki smartphone. Karenanya, pembelajaran secara daring tak akan masimal jika diaplikasikan sepenuhnya. Alhasil, para guru setiap harinya harus keliling mengajarkan siswa secara luring ke setiap kelompok. Menurut dia, metode itu tak cukup efektif untuk memberikan materi kepada siswa, lantaran waktunya sangat terbatas.
Aris mengatakan, keinginan sekolah di daerah itu sebenarnya diberi pengecualian atau kemudahan syarat untuk menggelar KBM tatap muka. Ia menyontohkan, di SDN 3 Cigorowong seluruh siswanya berasal dari satu kampung. "Jadi seharusnya aman dari Covid-19 dan bisa diberi kemudahan menggelar KBM tatap muka," kata guru yang mengajar kelas IV SD dan Pendidikan Agama Islam itu.