REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar menyatakan kementeriannya akan memasukkan edukasi mengenai batik ke dalam kurikulum pendidikan diplomat. Hal ini untuk memperkuat dan mempertajam diplomasi batik Indonesia di luar negeri.
"Untuk bagian edukasi, khusus subjek batik akan masuk ke dalam modul ataupun kurikulum pendidikan berjenjang diplomat," kata Mahendra dalam seminar virtual Batik: Warisan Budaya dan Aset Ekonomi Kreatif Indonesia yang digelar Kemlu RI, Jumat (28/8).
"Itu sudah menjadi komitmen dan sekarang sedang disusun oleh tim di pusdiklat (pusat pendidikan dan pelatihan, red) bersama dengan para pakar," ujar Mahendra, menambahkan.
Kementerian Luar Negeri RI sejak lama telah memperkenalkan batik kepada negara-negara di dunia. Pada 2008, promosi semakin digencarkan untuk menggalang dukungan atas pencalonan batik ke organisasi kebudayaan di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa, UNESCO.
Hingga pada 2 Oktober 2009, UNESCO secara resmi menyatakan batik sebagai warisan budaya takbenda. Tanggal 2 Oktober kemudian dijadikan sebagai peringatan Hari Batik Nasional.
Saat ini, menjelang peringatan ke-111 tahun Hari Batik Nasional, Kemenlu menyiapkan sejumlah rencana peningkatan promosi batik, karena disebutnya bahwa "batik menjadi bagian integral dari diplomasi Indonesia."
"Kami ingin memperkuat, mempertajam suatu program promosi atau marketing yang terpadu, karena selama ini walaupun sudah banyak program promosi namun sifatnya terkadang masih insidental," kata Mahendra.
Selain edukasi dan promosi, lanjut Mahendra, Kemlu juga akan "secara langsung ikut berkontribusi merespons kebutuhan yang dihadapi oleh produsen, perajin, pembatik Indonesia saat ini di tengah pandemi."