REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Polri telah melakukan rekonstruksi kasus dugaan gratifikasi pengurusan pencabutan red notice Djoko Tjandra pada Kamis (27/8). Rekonstruksi dilakukan di Kantor TNCC Mabes Polri dan Kantor Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri, Kamis (27/8).
Ada tiga dari empat tersangka yang hadir dalam rekonstruksi. Irjen Napoleon Bonaparte adalah salah satu tersangka yang hadir. "Yang datang rekonstruksi ada tiga tersangka dan lima orang saksi," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis.
Putri Maya Rumanti, kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte mengatakan kegiatan rekonstruksi yang dilaksanakan penyidik Bareskrim cukup lama dan berjalan lancar. Menurutnya, rekonstruksi itu dilaksanakan berdasarkan berdasarkan rekaman CCTV di lantai satu Gedung TNCC.
"Beberapa keterangan hari ini dalam rekon telah terbantahkan karena Jenderal Napoleon tidak pernah ada di saat kejadian itu," ujarnya.
Gunawan Raka, kuasa hukum Napoleon menambahkan bahwa Napoleon tidak pernah menerima pemberian dari Tommy Sumardi, Brigjen Prasetijo Utomo maupun dari Djoko Tjandra.
Gunawan menjelaskan Napoleon dan jajarannya tidak pernah mencabut red notice karena red notice itu terhapus langsung dari Interpol pada 11 Juli 2014 karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Pemerintah RI.
Sementara dalam kesempatan itu Napoleon juga menuturkan bahwa dia tidak mengenal Tommy Sumardi yang diduga menjadi perantara pemberian gratifikasi kepada dirinya. "Tidak (kenal)," ucap Napoleon.
Dalam kasus dugaan gratifikasi pengurusan penghapusan red notice, penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri telah menetapkan status tersangka kepada Djoko Tjandra, Tommy Sumardi, Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.