Rabu 26 Aug 2020 15:27 WIB

DPR Pertanyakan Wacana Pemerintah Soal Perppu

Ada wacana merevisi perppu tentang stabilitas sistem keuangan negara.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati
Foto: istimewa
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati merespons rencana pemerintah merevisi Undang-Undang (UU) tentang stabilitas sistem keuangan dengan peraturan yang kemungkinan dalam bentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Ia mempertanyakan kegentingan yang memaksa yang menjadi landasan diterbitkan Perppu baru ini. 

Anis mengatakan syarat pembentukan perppu adalah kegentingan yang memaksa.  Hal ini seperti termuat dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU 12/2011). 

Baca Juga

Pertanyaan lainnya, ia mengatakan, apakah Perppu 1 Tahun 2020 yang sudah disahkan menjadi UU No 2 Tahun 2020 tentang Stabilitas Sistem Keuangan tidak cukup bagi pemerintah. “Apakah Perppu 1 Tahun 2020 yang sudah disahkan menjadi UU No. 2 Tahun 2020 dengan powerful dan imunitas maksimal masih belum cukup sehingga Pemerintah mewacanakan akan menerbitkan Perppu baru?” kata Anis melalui pesan singkat yang diterima Republika, Rabu (26/8).

Anis mengingatkan saat pemerintah akan mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2020, pemerintah mengatakan akan menambah anggaran hingga Rp 405,1 triliun yang penting bagi perekonomian negara, kehidupan masyarakat, dan penanganan kesehatan akibat Covid-19. Anis mengutip pernyataan stafsus menkeu saat itu bahwa tanpa Perppu maka pemerintah akan terbelenggu oleh defisit 3 persen yang diatur UU Keuangan Negara, yang artinya pemerintah dipastikan melanggar UU. 

Selain itu, Anis menambahkan, Perppu No. 1 Tahun 2020 juga memungkinkan pemerintah mengambil langkah cepat untuk memfokuskan kembali dan realokasi anggaran, memanfaatkan dana abadi, mendorong pemda melakukan efisiensi, dan membuka ruang untuk hibah dan utang. Sebab selama pandemi Covid-19, tidak ada sumber lain menutup defisit yang diprediksi sebesar 5,07 persen. 

“Lantas, apalagi yang akan menjadi alasan Pemerintah menerbitkan Perppu baru kali ini?” ujar dia kembali menegaskan. 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, krisis akibat pandemi Covid-19 saat ini mengharuskan pemerintah melakukan extraordinary termasuk dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait stabilitias sistem keuangan bisa merespons dampak ke depan yang berada di luar prediksi. 

Karena itu, pemerintah akan merevisi Undang-Undang (UU) terkait stabilitas sistem keuangan dengan peraturan lain. Menurutnya, melihat keseluruhan stabilitas sistem keuangan, perlu kehati-hatian mempersiapkan langkah yang diperlukan seandainya ada persoalan yang berkembang dan tidak bisa diselesaikan dalam peraturan perundang-undangan yang ada. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement