REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispen AU) Marsma TNI Fajar Adriyanto, menyayangkan pesawat N250 Gatot Kaca tidak jadi diproduksi. TNI AU, kata dia, sebetulnya sangat bangga dengan adanya pesawat buatan anak bangsa tersebut.
“Kalau dari kita, dari TNI AU, sebetulnya sangat bangga dengan adanya pesawat itu karena itu buatan dalam negeri, buatan kita sendiri. Hanya kita agak sedih. Sedihnya kenapa? Karena pesawat itu tidak jadi diproduksi karena kondisi saat itu tidak memungkinkan,” ujar Fajar kepada Republika, Kamis (20/8).
Fajar menjelaskan sedikit sejarah dari pesawat tersebut. Pesawat N250 memiliki arti, N sebagai Nusantara, angka dua sebagai simbol dua mesin turboprop, dan 50 adalah jumlah nominal penumpang yang dapat diangkut pesawat tersebut. Pesawat itu dapat menangkut 50-70 penumpang.
Pesawat buatan anak negeri ini dirancang bangun pada 1987 dengan melibatkan 4.000 sarjana teknik. Hingga pada akhirnya prototipe N250 pertama yang diberi nama Gatot Kaca melakukan uji terbang perdananya selama 56 menit tanpa hambatan pada 10 Agustus 1995. Hari itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas).
Bandung, Alabama, dan Stutgart pada mulanya akan dijadikan tempat sebagai produksi pesawat N250. Akan tetapi, rencana tersebut tidak pernah dilaksanakan hingga kini lantaran aliran dana dari pemerintah dihentikan sejak Januari 1998 karena krisis ekonomi. Kala itu, Letter of Intent (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan International Monetery Fund (IMF) ditandatangani.
“Dampak krisis ekonomi tahun 1998 tersebut berakibat pula pada program pesawat bermesin jet N2130, pembuatan satelit, dan pengembangan SDM,” kata Fajar.
Kala itu, N250 merupakan pesawat turboprop yang menggunakan teknologi mutakhir, yakni fly by wire system, full glass cockpit with engine instrument and crew alerting system (EICAS), engine control with full autorithy digital engine control (FADEC), dan electrical power system with variable speed constant frequency (VSCF) generator yang biasa dipakai dalam pesawat tempur.
“Dan saat itu baru diterapkan pada B737-500, desain struktur yang efisien dan kokpit yang lebih luas serta terbang lebih cepat dibandingkan dengan saingannya ATR 72 dari Prancis, De Havilland-Q 400 dari Kanada, dan MA60 dari China,” kata dia.
TNI AU, melalui akun Twitter resminya, mengabarkan pesawat N250 Gatot Kaca memasuki sejarah baru. Pesawat karya anak bangsa yang sempat menggegerkan dunia penerbangan harus menerima nasibnya menjadi penghuni museum Muspusdirla Yogyakarta.
“Lama tak terdengar, pesawat N250 Gatotkaca, kini masuk sejarah baru. Pesawat karya asli Indonesia yang di 1995 menggegerkan dunia penerbangan, harus terima nasib menjadi penghuni museum. Muspusdirla Yogyakarta, menjadi akhir perjalanan sang Gatot Kaca,” cuit @_TNIAU.