Selasa 18 Aug 2020 12:38 WIB

25 Agustus, KSPI Demo Besar-besaran Tolak Omnibus Law

Aksi itu menyuarakan penolakan omnibus law dan meminta penghentian PHK massal.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Said Iqbal
Foto: Antara/Ujang Zaelani
Said Iqbal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan, pihaknya bersama-sama dengan elemen serikat buruh yang lain akan kembali melakukan aksi demo besar-besaran yang dilakukan serentak di 20 provinsi pada 25 Agustus 2020 mendatang. Dalam aksi tersebut hanya ada dua tuntutan yang akan disuarakan, yakni menolak omnibus law dan meminta penghentian PHK massal.

"Sampai saat ini kami belum melihat apa strategi pemerintah dan DPR untuk menghindari PHK besar-besaran akibat Covid-19 dan resesi ekonomi. Mereka seolah-olah tutup mata dengan adanya ancaman PHK yang sudah di depan mata, tetapi yang dilakukan justru ngebut membahas omnibus law," kata Said, dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Senin (17/8).

Aksi di Jakarta akan diikuti puluhan ribu buruh di DPR RI dan ribuan buruh di kantor Menko Perekonomian. Bersamaan dengan aksi di Jakarta, aksi demo juga serentak dilakukan di berbagai daerah dengan mengusung isu yang sama.

"Beberapa provinsi yang akan melakukan aksi antara lain, Jawa Barat di Gedung Sate Bandung, Banten di Serang, Jawa Tengah di Semarang, Jawa Timur di Gedung Grahadi Surabaya," ujarnya.

Dia mengatakan, aksi serupa juga akan dilakukan di Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Riau, Batam, Lampung, Banjarmasin, Samarinda, Gorontalo, Makasar, Manado, Kendari, Mataram, Maluku, Ambon, Papua, dan sebagainya.

"Bilamana DPR dan Pemerintah tetap memaksak untuk pengesahan RUU Cipta Kerja, bisa saya pastikan, aksi-asi buruh dan elemen masyarakat sipil yang lain akan semakin membesar," ujarnya.

Said menilai, cita-cita kemerdekaan sulit diwujudkan jika RUU Cipta Kerja (omnibus law) disahkan. Hal ini karena di dalam RUU yang saat ini sedang dibahas di DPR itu, ada sejumlah pasal yang justru akan mereduksi hak-hak kaum buruh dan masyarakat kecil yang lain. 

"Jadi, bukannya keadilan sosial yang akan didapatkan kaum buruh. Tetapi masa depan dan hak-hak kami akan dikorbankan dengan adanya undang-undang sapu jagad itu," ucapnya.

Karena sejumlah pasal yang merugikan tersebut, menurutnya, tidak berlebihan jika dari waktu ke waktu, gerakan penolakan terhadap omnibus law semakin membesar. Tidak hanya disuarakan oleh kaum buruh, tetapi juga elemen masyarakat yang lain. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement