REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrian Fachri
Sumatera Barat (Sumbar) sempat menuai pujian sebagai daerah yang berhasil dalam pengendalian pandemi covid-19. Gubernur Sumbar Irwan Prayitno bahkan sempat mendapat acungan jempol dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena dapat menekan angka pertumbuhan kasus Covid-19.
Klaim keberhasilan Sumbar tersebut berkat kepiawaian Kepala Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Dokter Andani Eka Putra dalam melakukan tes swab PCR dalam skala besar. Sehingga, upaya tracing dapat dilakukan dengan cepat. Kemudian dari hasil testing tersebut, angka positivity rate Sumbar sempat berada di angka 1 selama beberapa.
"Positivity rate 1,50 persen sampai hari ini. Masih terendah dan terbaik nasional," kata Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Sumatera Barat Jasman Rizal saat menjelaskan informasi Ccovid-19 pada Jumat (31/7) lalu.
Namun, saat Jasman membanggakan angka positivity rate itu, sebenarnya pada hari yang sama, Sumbar mencatatkan rekor harian kasus baru Covid-19. Pada hari itu tercatat ada 41 orang dinyatakan positif Covid-19.
Sejak saat itu, penambahan kasus Covid-19 di Sumbar terus melonjak. Bahkan, saat ini, total kasus positif Covid-19 di Sumbar sudah mencapai angka 1.336.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno beranggapan peningkatan kasus Covid-19 di provinsinya disebabkan pintu keluar-masuk Sumbar yang sudah terbuka lebar. Akibatnya, memperbesar peluang masuknya kasus impor.
Apalagi, sebelum momen Lebaran Idul Adha, Irwan memang mengeluarkan pernyataan yang mempersilakan perantau Minang untuk pulang kampung untuk membayar kerinduan akibat tidak dapat mudik saat Idul Fitri. Kasus impor yang masuk kemudian berkembang membentuk sejumlah klaster baru.
Ada klaster Kantor BUMD, klaster Kantor BUMN, klaster perkantoran di berbagai instansi pemerintah dan ada klaster di Puskesmas seperti di Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar.
"Penambahan kasus umumnya berasal dari orang luar yang masuk ke Sumbar," ucap Irwan, Sabtu (15/8).
Pakar epidemiologi Universitas Andalas (Unand) Padang, Defriman Djafri menilai, Sumbar telah memasuki gelombang kedua infeksi virus corona jenis baru. Defriman menilai gelombang pertama sudah mereda setelah momen Hari Raya Idul Fitri ketika penambahan kasus Covid-19 setiap hari berada di bawah angka 10.
Begitu momentum Idul Adha, penambahan kasus Covid-19 di Sumbar kembali meningkat. "Ini sudah gelombang kedua. Kalau kita bicara kurva, ini sudah merangkak membentuk gelombang baru," kata Defriman kepada Republika.
Defriman menyebut peningkatan kasus Covid-19 di Sumbar sejak momen Idul Adha merupakan konsekuensi yang harus diterima dan dipertanggungjawabkan oleh Pemprov Sumbar. Pernyataan Irwan Prayitno yang mempersilakan perantau pulang kampung sebagai ganti momen mudik Idul Fitri dinilai Defriman menjadi salah satu penyebab.
Ketika keran pintu masuk sudah dibuka lebar oleh Pemda artinya, menurut Defriman, Sumbar harus siap berpacu untuk melakukan testing, tracing, dan isolasi. Bila kalah berpacu melakukan tiga tindakan tersebut, penularan akan terus terjadi semakin meluas. Orang tanpa gejala (OTG) akan terus menularkan Covid-19 bila Pemda terlambat melakukan tracing.
"Jadi ketika berani mengimbau perantau untuk pulang kampung, harus berpacu tracing, testing secara masif. Itu risiko yang sudah diambil pemerintah," ucap Defriman.
Defriman mengakui, Sumbar memiliki kapasitas testing yang mumpuni dalam menangani kasus Covid-19. Namun sampai sekarang, mata rantai penularan virus corona jenis baru di Sumbar belum dapat dihentikan lantaran promosi kesehatan tidak berjalan dengan baik.
Seharusnya, di samping memberikan dukungan kepada lab untuk testing, pemerintah juga getol mempromosikan protokol kesehatan agar benar-benar menjadi kebiasaan baru dalam kehidupan masyarakat. Karena, ketika vaksin tepat untuk Covid belum ditemukan, vaksin yang nyata hanyalah protokol kesehatan.
Sementara kenyataannya di lapangan, warga Sumbar menurut Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand tersebut masih banyak yang tidak patuh memakai masker, menjaga jarak dan rutin mencuci tangan. Aktivitas masyarakat terkesan sudah menganggap suasana di Sumbar normal-normal saja seperti tidak terjadi pandemi.
Pendapat yang sama juga dikemukakan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumatera Barat dr. Pom Harry Satria. Ia mengatakan, Sumbar belum dapat dikatakan berhasil dalam penanganan virus corona jenis baru atau Covid-19 bila hanya mengandalkan kemampuan testing laboratorium, tracing dan isolasi. Menurut Harry, harus ada langkah lain dalam memutus mata rantai penularan. Kuncinya, menurut dia adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi memutus rantai penularan tersebut.
"Memang dengan meningkatkan testing bukan berarti indikator kegagalan. Tracing tersebut merupakan bentuk keberhasilan testing. Tapi itu tidak menjawab keberhasilan yang lain. Buktinya kenyataan sekarang penularan masih terjadi," kata Harry kepada Republika, Sabtu (15/8).
Kunci utamanya, menurut Harry adalah partisipasi masyarakat. Sebelum vaksin Covid-19 ditemukan, cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kedisiplinan terhadap protokol kesehatan.
Pemerintah menurut Harry harus dapat bekerja sama dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat untuk melakukan sosialisasi menerapkan pola hidup baru selama pandemi. Yakni dengan menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan.
"Protokol yang sudah dibuat tersebut dapat dipedomani dengan beberapa pembaruan. Harus ada format yang dinamis supaya semua masyarakat menyadari pentingnya protokol kesehatan. Format ini yang sampai sekarang belum terjawab," ujar Harry.
Sebagai Ketua IDI, Harry mengkhawatirkan situasi covid-19 yang kian memburuk akan berimbas panjang pada pelayanan kesehatan. Karena peningkatan kasus Covid akan membuat dokter dan tenaga medis di rumah sakit kewalahan.
Saat ini saja, diketahui sudah ada tiga dokter spesialis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Achmad Muchtar Bukittinggi yang dinyatakan positif Covid-19. Wakil Ketua Penanggulangan Covid-19 Rumah Sakit Achmad Muchtar Bukittinggi Dokter Dedi Herman mengaku tim medis di RS Achmad Muchtar sudah mulai kewalahan dalam menangani pasien Covid-19.
Dokter spesialis paru untuk penanganan covid di RS Achmad Muchtar hanya ada tiga orang. Kemudian ada 14 orang perawat yang khusus masuk ke dalam tim Covid-19. Sementara, saat ini di RS rujukan Covid-19 tersebut kini ada 15 orang pasien positif yang diisolasi.
Untuk menangani 15 pasien itu saja, tim medis yang dibagi ke dalam tiga shift. Masing-masing shift mendapat jatah jam kerja 8 jam. Durasi jam kerja selama 8 jam ini, menurut Dedi, sudah membuat tenaga tim medis terkuras habis. Terlebih mereka melayani pasien harus menggunakan APD lengkap level III yang membuat tubuh kepanasan dan tidak mudah untuk buang air.
"Tim medis mulai kewalahan. Kami harap masyarakat harus menjaga diri supaya tidak tertular. Bila tidak, yang terkenda dampaknya nanti juga tim medis. Kadang saya sebagai dokter yang mengurus covid ini sangat miris melihat kafe-kafe, dan tempat umum sudah ramai berkerumun, berdekatan dan tidak memakai masker," ucap Dedi.