REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hotel Shangri-La Jakarta menutup sementara restoran setelah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta merekomendasikan untuk menyegel dan memberikan denda terhadap hotel. Denda tersebut diberikan karena restoran tersebut melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi fase 1.
"Pada hari Kamis tanggal 13 Agustus 2020, restoran kami, B.A.T.S., secara resmi telah menerima beberapa masukan untuk meningkatkan penanganan Covid-19 yang di rekomendasikan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jakarta (Parekraf)," kata Debby Setiawaty, Director of Communications Shangri-La Hotel, Jakarta, dalam siaran resmi, kemarin.
Hotel Shangri-la memutuskan untuk menutup B.A.T.S. sementara waktu, namun operasional hotel tetap berjalan secara normal sesuai peraturan yang ditetapkan pemerintah. "Keamanan dan kesejahteraan tamu dan kolega kami adalah yang terpenting bagi kami," kata dia, menambahkan pihaknya sudah menerapkan berbagai protokol kebersihan dan keselamatan di seluruh area hotel, restoran, dan fasilitas tamu sejak Januari 2020.
Protokol kesehatan dan keselamatan yang ditaati sesuai mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan badan kesehatan setempat. "Kami juga bangga menjadi hotel internasional pertama di Jakarta yang menerima label International SafeGuard Hygiene Excellence and Safety oleh Bureau Veritas, yang telah terpercaya di dunia selama 192 tahun pengalaman dalam menyediakan layanan pengujian, pengecekan, dan sertifikasi."
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta merekomendasikan penyegelan dan denda terhadap Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis (13/8) karena melanggar Pergub 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Maju dan Produktif.
Hotel itu, kata Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Parekraf DKI Jakarta Bambang Ismadi, melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi fase I.
Rekomendasi penyegelan dan denda yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) DKI Jakarta kepada Satpol PP DKI Jakarta pada Rabu (12/8) pagi karena hotel kedapatan menggelar pertunjukan musik (live music) dan memajang minuman beralkohol.
Tempat hiburan belum diizinkan pemerintah untuk beroperasi karena tempat pariwisata tertutup dinilai rawan terhadap penularan virus corona (Covid-19).
Bambang mengatakan berdasarkan temuan di lapangan, pihak manajemen belum memasang tanda batas jaga jarak (physical distancing) di restoran yang dikelolanya. Pengelola harus membatasi jumlah tamu yang makan di restoran maksimal 50 persen.
Bila satu meja makan terdapat empat kursi, maka hanya dua kursi yang digunakan. Sementara dua kursi lagi dibiarkan kosong sebagai ruang jaga jarak antarpribadi. "Jadi untuk manajemen juga belum maksimal mengatur jaga jarak pengunjung," katanya.
Meski demikian, untuk protokol pencegahan Covid-19 yang lain di restoran itu telah mengikuti protokol pencegahan Covid-19. Di antaranya pengecekan suhu tubuh pengunjung, memakai masker, penutup wajah (face shield), hand sanitizer dan sistem barcode untuk pendataan pengunjung yang masuk.
Tempat hiburan di Jakarta seperti karaoke, diskotek, spa dan sejenisnya tidak diizinkan untuk beroperasi pada masa PSBB Transisi Fase I ini.
Jika melanggar, Pemprov DKI bakal mengenakan hukuman sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 51 tentang Pelaksanaan PSBB Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif. Ancamannya denda sebesar Rp25 juta bagi perusahaan/tempat usaha yang melanggar ketentuan dalam regulasi tersebut.