REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM (Menkopolhukam) terkait adanya kendala administrasi, sehingga insentif tenaga kesehatan (nakes) belum juga cair sampai saat ini.
Menurutnya, sampai saat ini, tidak ada kendala tersebut. Itu, katanya, terjadi sebelum ada penyederhanaan prosedur.
Muhadjir mengaku, memang ada sedikit proses yang perlu waktu. Tidak bisa “deg-sak-nyet” (serta merta) diberikan.
"Tenaga kesehatan mohon sedikit bersabar. Tetapi kalau memang ada kasus dirasa terlalu lama, lapor ke Dirjen Layanan Kesehatan Kemenkes agar bisa dikomunikasikan dengan pihak yang bertanggung jawab," kata Muhadjir saat dihubungi Republika, Senin (10/8).
Dikatakan Muhadjir, saat ini, pihak Menkes sudah menyederhanakan prosedurnya. Untuk Rumah Sakit (RS) yang ada di bawah Kemenkes dan TNI-Polri langsung ditangani pusat. Sedangkan untuk RS di daerah dana disalurkan lewat APBD yaitu berupa bantuan operasional kesehatan (BOK) dan karena itu bagian dari dana relaksasi maka daerah tidak perlu melakukan APBD-Perubahan.
"Harus ada verifikasi di daerah masing-masing. Sehingga tidak perlu dikirim ke pusat," kata dia.
Selain itu, kata dia, untuk tenaga kesehatan yang meninggal dunia, pihaknya sudah memberikan santunan sebesar Rp 300 juta untuk keluarganya masing-masing. "Sudah diberikan kok," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM Mahfud MD mengungkapkan, bahwa kendala administrasi jadi penyebab insentif tenaga medis yang merawat pasien virus corona Rumah Sakit Darurat Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau belum juga cair.
"Itu belum semua juga yang cair karena ternyata perlu administrasi. Jadi gini, harus dicatat dokternya dimana, mulai menangani pasien kapan, pasiennya siapa," ungkapnya melalui konferensi video, Sabtu (8/8).
Insentif ini seharusnya cair pada 5 Juni lalu. Setiap tenaga medis yang menangani kasus Covid-19 diberikan insentif per bulan sesuai profesi dan kompetensinya. Rinciannya, dokter spesialis mendapat Rp 15 juta per bulan, dokter umum mendapat Rp 10 juta per bulan dan tenaga medis mendapat Rp 7,5 juta per bulan.
Namun sebelum insentif diberikan, Mahfud mengatakan, rumah sakit perlu mendata lengkap tenaga medisnya. Jika hal ini tidak dilakukan dengan tepat, katanya, bisa jadi permasalahan ketika diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).