REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) memperbarui perjanjian kerja sama dengan Kejaksaan Agung terkait pemanfaatan data kependudukan terkait penegakan hukum. Kemendagri pun menerima data status hukum seseorang seperti buron melalui daftar pencairan orang (DPO).
"Kita sudah diberi data DPO tersebut," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh saat dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis (6/8).
Ia mengatakan, Kemendagri telah menerima data DPO di seluruh Indonesia dari Kejaksaan Agung dan akan berlangsung secara rutin melalui sistem. Apabila ada DPO di Kejaksaan Agung, Kemendagri pun akan memasukkannya ke sistem data base Dukcapil.
Dengan demikian, Dinas Dukcapil di daerah pun dapat mengakses data tersebut sehingga mereka mencegah buronan mendapatkan layanan kependudukan. Ia berharap peristiwa saat buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, yang mendapatkan layanan pencetakan KTP elektronik atau KTP-el tidak terjadi kembali.
Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian mendorong Dukcapil agar meminta bantuan lembaga penegak hukum seperti KPK dan Polri tentang status hukum para buron ini. Menurutnya, Dukcapil pun dapat membantu penegak hukum untuk menangkap buronan tersebut jika ada indikasi.
"Sebab Dukcapil itu semua dalam satu sistem, begitu ada masukan data DPO maka akan menjadi alert sistem sehingga para buron tersebut tak dibuatkan dokumen kependudukannya sebelum memenuhi tuntutan hukum. Dukcapil pun dapat menghubungi penegak hukum agar menangkap buronan ini," kata Tito dalam siaran pers Kemendagri, Kamis.
Namun, ia juga menekankan agar jajaran Kemendagri menjaga kerahasiaan yang bersifat data pribadi. Ia juga mengingatkan bawahannya tidak menyalahgunakan kewenangan karena dapat mengakses data kependudukan. "Kita harus jaga hak privasi yang bersangkutan," kata Tito.