Kamis 06 Aug 2020 09:25 WIB

Vaksin Covid: Antara Produksi, Fatwa, dan Sertifikasi Halal

Vaksin Covid-19 diharapkan bisa mulai diproduksi di Indonesia pada akhir 2020.

Suasana fasilitas produksi vaksin COVID-19, di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/8/2020).
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Suasana fasilitas produksi vaksin COVID-19, di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/8/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Nursyamsi, Umar Mukhtar,

Fauziah Mursid

Baca Juga

Saat meninjau laboratorium dan fasilitas produksi Bio Farma, di Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/8), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Erick Thohir, memastikan Bio Farma mampu memproduksi vaksin Covid-19 sebanyak 250 juta dosis per tahun pada akhir 2020. Lantas bagaimana status kehalalan vaksin yang berasal dari Sinovac, perusahaan farmasi China itu?

Erick memberikan kepastian dan keyakinan kepada masyarakat Indonesia bahwa vaksin Covid-19 yang tengah diproduksi PT Bio Farma dibuat dari bahan baku halal.

"Insya Allah bahan baku halal digunakan untuk vaksin Covid-19 karena Bio Farma sudah menjadi salah satu pusat produksi vaksin halal dunia," ucap Erick.

Erick menyebut banyak negara-negara Timur Tengah yang sudah lama menjadi konsumen vaksin dari Bio Farma. Menurut Erick, 75 persen vaksin polio yang tersebar di seluruh dunia merupakan produksi Bio Farma.

Erick mengatakan, sertifikasi halal untuk vaksin virus corona nantinya akan diterbitkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun, bahan bakunya dan produksi sudah siap.

"Oleh karena itu, saya meminta masyarakat tak perlu cemas dengan kualitas vaksin virus corona yang pasti akan didistribusikan di seluruh Indonesia," ungkap Erick.

photo
Pencarian vaksin Covid-19 - (republika)

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso menyampaikan vaksin Covid-19 tidak perlu terlebih dulu dilakukan sertifikasi halal. Menurutnya, pandemi Covid-19 saat ini tergolong kondisi darurat sehingga vaksin bisa langsung digunakan tanpa terlebih dulu disertifikasi halal.

"Proses untuk mendapatkan kehalalan produknya kan prosesnya harus diaudit. Audit itu butuh waktu. Tetapi menolong kan harus secepatnya. Jadi ya monggo saja digunakan dulu (vaksinnya). Kan sekarang ini nyawa manusia harus diselamatkan (karena) kondisinya emergency sekali," tuturnya kepada Republika.co.id, Rabu (5/8).

Dalam kondisi darurat, menurut Sukoso, apa pun tentu boleh digunakan. Dia mengibaratkan seseorang yang sedang berada di sebuah tempat yang tidak ada makanan kecuali babi.

"Taruhlah begitu ya, kita kan enggak boleh mati konyol. Maka yang ada di situ ya boleh dimanfaatkan," terangnya.

Sukoso melanjutkan, proses sertifikasi halal bisa dilakukan sambil berjalannya penggunaan vaksin Covid-19 di tengah masyarakat. Apalagi, hal lain yang membuat keadaan sekarang disebut darurat, yaitu bila tidak ada lagi bahan kecuali yang digunakan dalam proses pembuatan vaksin.

"Daruratnya ini karena bahan yang lainnya itu belum ditemukan. Yang ada ya itu, maka itu digunakan, enggak ada masalah sebenarnya. Sambil dipersiapkan hal-hal lain yang menuju ke sana (sertifikasi halal)," katanya.

Meski begitu, Sukoso mengakui, di dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal, tidak ada ketentuan yang membolehkan beredarnya suatu produk yang belum bersertifikat halal dalam situasi darurat. "Oh tidak ada. Di undang-undang enggak ada (ketentuan yang membolehkan)," tutur dia.

Direktur LPPOM Majelis Ulama Indonesia, Lukmanul Hakim mengatakan, saat ini LPPOM MUI, Komisi Fatwa MUI, Kementerian Kesehatan, dan Bio Farma tengah melakukan pengkajian terkait proses produksi dan jaminan kehalalan vaksin. Tim pengkajian sudah dibentuk

“Kita sudah membentuk tim, antara Bio Farma, Kemenkes, LPPOM MUI dan Komisi Fatwa MUI, dan sedang dalam tahap pengkajian, di mana kita sedang mengumpulkan data-data dan informasi, dan memang harapan Wapres terkait fatwa itu setelah proses pengkajian dan penelitian vaksin selesai,” ujar Lukmanul saat dihubungi Republika, Rabu (5/8).

“Kita sendiri baru mulai dan belum mendapat informasi yang cukup untuk bisa mengambil keputusan. Jadi nanti kita akan beritahukan setelah ada hasil pengkajian,” sambung Lukmanul. 

Meski begitu, Lukmanul menegaskan bahwa vaksin ini memiliki tujuan humanis dan penyelamatan jiwa. Sehingga, status kehalalan akan terhubung secara paralel dengan hasil penelitian uji klinis oleh Bio Farma selaku produsen.

“Jadi untuk status halal, menurut saya secara paralel saja, karena ini (Covid-19) sudah memakan banyak korban, artinya keadaannya sudah darurat,” ujarnya.

“Meski begitu, kita, Bio Farma dan MUI, sepakat agar terus berupaya menghasilkan vaksin yang halal. Yang memang sekarang ini masih belum jelas karena masih dalam tahap penelitian dan pengkajian,” tambahnya.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta MUI mulai mempersiapkan fatwa tentang vaksin Covid-19. Wapres berharap fatwa vaksin tersebut telah dikeluarkan MUI bersamaan dengan ketersediaan vaksin.

"Kita juga berdoa semoga upaya pemerintah dalam menyegerakan tersedianya vaksin dapat terwujud dan dalam kaitan ini kita harapkan MUI perlu mempersiapkan fatwanya," ujar Ma'ruf di Jakarta, Rabu (5/8).

Ma'ruf menilai, fatwa di masa pandemi Covid-19 memiliki peranan penting untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang terjadi dari perspektif hukum Islam. Ia mengatakan, fatwa dapat memberikan bimbingan dan tuntunan bagi umat untuk melakukan penanggulangan dan mengatasi dampak pandemi Covid-19.

"Karena itu, para ulama di hampir semua negara, terutama yang berpenduduk muslim, merasa perlu untuk menetapkan fatwa baru yang sesuai dengan kondisi darurat atau fatwa pandemi yang berbeda dengan fatwa yang berlaku untuk kondisi normal," ungkapnya

photo
Perbandingan Harga Vaksin Covid-19 - (Reuters)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement