REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P
Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Muslim Tasikmalaya (Al Mumtaz) menggelar aksi di halaman Bale Kota Tasikmalaya, pada Senin (27/7). Aksi itu merupakan bentuk tuntutan kepada polisi untuk segera memproses kasus pegiat media sosial Denny Siregar.
Sebelumnya, Denny Siregar dilaporkan ke kepolisian pada Kamis (2/7). Laporan itu merupakan respons atas pernyataan Denny dalam status Facebook-nya pada 27 Juni 2020. Dalam status itu, ia menulis status berjudul "ADEK2KU CALON TERORIS YG ABANG SAYANG" dengan mengunggah santri yang memakai atribut tauhid.
Terlapor diduga tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA dan/atau penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Terlapor diduga melanggar Pasal 45A ayat 2 dan/atau Pasal 45 ayat 3, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Dalam kasus ini, Polsekta Tasikmalaya sudah memeriksa beberapa santri sebagai saksi, namun belum memanggil Denny selaku terlapor. Pada Selasa (28/7), kuasa hukum Denny, Muannas Alaidid malah berani mengklaim, bahwa, kasus kliennya sudah selesai.
Muannas berasalan, yang disoal Denny dalam status Facebook-nya itu adalah foto anak kecil yang dilibatkan dalam aksi demonstrasi. Menurut dia, pelibatan anak dalam aksi merupakan tindak pidana yang bertentangan dengan UU Perlindungan Anak.
"Jadi lucu kalau (kasus) anak kecilnya tidak diproses, masak Denny diproses. Mereka tidak ditangkap saja itu sudah bagus," kata dia kepada Republika, Senin (27/7) malam.
Muannas menjelaskan, pesan yang disampaikan dalam tulisan Denny itu jelas, yaitu keprihatinannya terhadap pelibatan anak dalam kegiatan politik. Menurut dia, pelibatan anak dalam kegiatan politik adalah bentuk eksploitasi yang dilarang menurut UU Perlindungan Anak.
"Jadi kalau ada dugaan pencemaran nama baik menggunakan foto itu yang ancaman pidananya kecil, dan belum tentu dapat dibuktikan. Tapi kalau melibatkan anak dalam kegiatan demo yang ancaman pidananya tinggi, dan itu sudah terang-benderang malah enggak diproses, kan aneh namanya," ujar dia.
Muannas juga merasa pihaknya tak perlu membuat laporan terkait kasus pelibatan anak dalam kegiatan politik. Sebab, menurut dia, kasus itu bukan merupakan delik aduan. Dilaporkan atau tidak itu, kata dia, pelaku bisa langsung ditangkap.
Karena itu, menurut dia, para pelaku pelibatan anak dalam kegiatan politik itu harus bersyukur karena tak dihukum. Padahal, ia menilai bukti pelibatan anak dalam kegiatan politik sudah jelas, yaitu foto-foto anak yang menggubakan atribut demonstrasi, dibawa ke mobil komando, dan jelas ikut aksi demo.
"Masak foto dalam tampilan itu ngaji? Kita logika saja. Dalam artikel yang kita kumpulan, anak ada di mobil komando," kata dia.
Membantah pernyataan Muannas, pihak Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya menyatakan, foto yang disebarkan Denny Siregar melalui akun Facebook-nya bukan merupakan kegiatan politik. Anak-anak dalam foto yang disebarkan Denny Siregar itu disebut usai melakukan kegiatan mengaji di Masjid Istiqlal ketika Aksi 313 beberapa tahun silam.
Pimpinan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya, Ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani mengatakan, Aksi 313 bukanlah merupakan aksi politik, melainkan aksi bela Islam. Sementara santri yang ada dalam foto itu sosok santri usai mengaji, bukan ikut aksi.
"Santri tidak diterjunkan di tengah peserta aksi," kata dia, Selasa (28/7).
Ahmad menjelaskan, sebelum aksi dimulai, para santri mengaji. Saat aksi dimulai, para santri itu tetap menghafal Alquran di dalam masjid.
Ihwal santri di atas mobil komando, Ruslan mengakui santrinya pernah melakukan itu dalam sebuah aksi bela Islam. Namun, menurut dia, ketika itu santri mengaji, bukan orasi.
"Itu mengaji. Apa salahnya santri mengaji? Namanya diundang mengaji, untuk acara apapun, kita datang," kata dia.
Ruslan mengaku siap menghadapi tuntuan hukum, jika pihak Denny Siregar menyoal masalah pelibatan anak dalam aksi. Meski tak punya pengacara terkenal, lanjut dia, pihak pesantren tak akan gentar.
"Walaupun mereka punya pengacara hebat, pendukung hebat, kita punya Allah yang akan menolong kami, yang membela Islam," kata dia.
Ahmad juga mengatakan, orang tua santri di pesantrennya akan didatangkan sebagai saksi terkait kasus ini. Rencananya, orang tua santri akan datang setelah Iduladha.
"Nanti setelah Iduladha akan ada orang tua santri akan membuat laporan sebagai saksi," kata dia.
Salah seorang santri yang ikut diperiksa polisi beberapa hari lalu, AKA (18 tahun) mengaku sangat malu dan tersinggung disebut sebagai calon teroris. Padahal, foto dirinya yang diunggah Denny Siregar adalah kegiatan setelah mengaji di Masjid Istiqlal saat aksi 313 pada 2017 silam.
"Waktu itu lagi ngaji. Saya sangat malu disebut calon teroris. Siapa sih yang mau dibilang calon teroris? Enggak ada yang mau," kata dia beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, kegiatan para santri di pesantren juga jauh dari ajaran terorisme. Menurut dia, para santri di pesantren tempatnya menimba ilmu hanya terus mengaji dan belajar mengenai Islam.
Ia meminta Denny Siregar secara jantan datang ke Tasikmalaya untuk melakukan klarifikasi atas pernyataannya. Pihaknya, kata dia, pasti akan menyambut baik kedatangan Denny.
"Kita tabayun bersama. Kalau dia gentle, datang dengan hati terbuka, Insya Allah kita memaafkan. Tapi proses hukum terus saya serahkan ke polisi," kata dia.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polresta Tasikmalaya, AKP Yusuf Ruhiman mengatakan, pihaknya masih terus memproses kasus tersebut. Namun, ia tak bisa berbicara lebih lanjut mengenai kasus Denny Siregar.
"Intinya proses Denny Siregar masih berlanjut," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Selasa (28/7).