Senin 27 Jul 2020 12:55 WIB

Solusi Kisruh Program Organisasi Penggerak Kemendikbud

Muhammadiyah, NU, dan PGRI mundur dari POP.

Raden Ridwan Hasan Saputra menjadi pembicara dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP swasta se-Kota Depok.
Foto:

Sekarang, mari kita fokus ke solusi. Solusi pertama, dalam masalah POP ini, Mas Nadiem dan pihak Kemendikbud bersilaturahim kepada PP Muhammadiyah, PBNU, dan PGRI. Seharusnya untuk program POP, tiga lembaga ini diberikan dana dalam bentuk penunjukan tanpa melalui proses seleksi. Khusus Muhammadiyah dan NU, sebagai ormas berbasis agama, harus ada program yang tujuannya meningkatkan kemampuan guru mengaji atau ustadz karena di Muhammadiyah dan NU banyak sekolah berbasis pesantren.

Solusi kedua, Kemendikbud harus mem berikan penjelasan kenapa the SMERU Re search Institute dipilih sebagai pihak ketiga yang menyeleksi peserta POP. Rekam jejak lembaga ini di bidang pen didikan perlu dibuka kepada publik supaya mereka percaya lembaga ini layak menyeleksi peserta POP.

Solusi ketiga, Kemendikbud harus mengadakan kajian kembali program-program yang diusulkan lembaga-lembaga yang sudah terpilih. Jika program-program yang diajukan lembaga-lembaga ini tidak bisa direalisasikan di masa pandemi Covid-19 ini, lebih baik lembaga tersebut tidak jadi dipilih. Sebab, jika dipaksakan akan membuka peluang terjadinya manipulasi atau korupsi.

Solusi keempat, kemendikbud memberikan kesempatan kepada masyarakat menyampaikan informasi jika ada lembaga tak layak mendapatkan dana hibah POP. Lalu, Kemendikbud mengecek langsung lembaga yang terpilih sebagai pemenang POP.

Jangan sampai dana POP ini diberikan kepada lembaga yang sebenarnya makelar proyek atau sudah punya suntikan dana besar dari perusahaan. Jika informasi masyarakat terbukti benar, maka anggota masyarakat tersebut harus diberi hadiah, karena turut membantu menyelamatkan uang negara.

Solusi kelima, Kemendikbud bisa membuka ulang pendaftaran POP, karena masih banyak lembaga yang lebih pantas mendapatkan dana POP daripada lembaga-lembaga yang sudah terpilih. Sebab sepertinya sosialisasi POP ini kurang begitu gencar. Sedangkan solusi keenam, sejatinya organisasi penggerak diisi relawan-relawan yang rela berkorban demi kemajuan pendidikan, bukan orang-orang yang bergerak karena adanya dana besar.

Karena itu saran yang sangat signifikan, Kemendikbud menunda pemilihan POP ini sampai satu tahun ke depan. Kemendikbud menunggu semua lembaga yang dianggap organisasi penggerak ini bergerak terlebih dahulu tanpa bantuan pemerintah dan memberikan laporan kegiatannya secara rutin kepada Kemendikbud.

Organisasi yang konsisten melakukan gerakan pembinaan guru dengan laporan yang jelas, maka layak terpilih sebagai organisasi penggerak dan berhak mendapat kucuran dana baik kijang, macan, atau gajah. Contoh organisasi penggerak sesungguhnya adalah Muhammadiyah, NU, dan PGRI karena ketiga organisasi ini akan tetap membina guru, walau tanpa dana POP.

Solusi ketujuh, berdasarkan logika solusi keenam, lembaga yang layak mendapatkan hibah POP tahun ini Muhammadiyah, NU, dan PGRI. Ketiga ormas ini pantas mendapatkan sebagian besar dana hibah POP tahun ini mengingat jasa mereka kepada Indonesia.

Jika masih ada sisa, dana tersebut bisa diberikan kepada organisasi-organisasi pen didikan yang umurnya setua atau lebih tua dari negara Indonesia, seperti Taman Siswa dan Majelis Pendidikan Katolik. Penulis yakin Mas Nadiem pasti menemukan jalan.

*) Presdir Klinik Pendidikan MIPA

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement