REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Seorang balita berusia dua tahun asal Kelurahan Cigeureung, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, meninggal dunia akibat demam berdarah dengue (DBD) pada Kamis (23/7). Meninggalnya balita itu semakin menambah kasus kematian anak akibat DBD di Kota Tasikmalaya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat menyebutkan, sejak awal 2020 total ada 19 kasus kematian akibat DBD. Berdasarkan catatan Republika.co.id, 13 kasus di antaranya adalah anak-anak.
"Ini menjadi perhatian kita semua agar lebih fokus mengendalikan kasus DBD," kata dia, Jumat (24/7).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, hingga Jumat pagi terdapat 952 kasus DBD dengan 19 kasus kematian. Wilayah yang paling banyak menyumbang kssus meninggal adalah Kawalu dengan enam kasus dan Cipedes lima kasus. Hanya Kecamatan Tamansari dan Cibeureum yang masih terbebas dari kasus kematian akibat DBD.
Uus mengatakan, tingginya kasus kematian akibat DBD disebabkan pasien datang ke fasilitas kesehatan (faskes) ketika kondisi sudah parah. Pihaknya akan terus berupaya untuk peningkatan kapasitas SDM tenaga kesehatan, baik itu dokter maupun perawat, untuk penanggulangan kedaruratan DBD.
Uus juga menyerukan agar orang tua juga harus lebih waspada dalam mengenali gejala DBD. Terlebih, gejala DBD sekarang berbeda.
"Kalau dulu ada bintik merah, pusing, dan sebagainya, sekarang terkadang hanya demam saja," kata dia.
Uus menilai, ketika penanggulangan kepada pasien DBD tak terlambat, pasien umumnya bisa disembuhkan. Namun, jika pasien datang dalam kondisi parah, kemungkinan sembuh kecil.
Selain itu, Uus mengingatkan, warga juga harus terus melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Ia mengatakan, PSN tak hanya bisa hanya mengandalkan pengasapan (fogging).
"Saya sampaikan, fogging bukan pilihan. Pilihan utamanya adalah menguras, menutup, dan mengubur barang bekas. Setiap penampungan air harus dijaga agar tidak menjadi sarang jentik nyamuk," kata dia.