REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa kembali memperpanjang pencegahan atau bepergian ke luar negeri terhadap tersangka bekas calon anggota legislatif (caleg) PDI Perjuangan Harun Masiku (HAR). Harun Masiku merupakan buronan kasus suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
Merujuk Pasal 97 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, jangka waktu pencegahan berlaku paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 bulan. KPK telah memperpanjang pencegahan terhadap Harun sebanyak dua kali, yang terakhir terhitung sejak 10 Juli 2020 sampai dengan 6 bulan ke depan.
Surat permohonan perpanjangan pencegahan tersebut telah dikirim KPK ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan lembaganya terus memaksimalkan mencari tersangka Harun. "Saat ini, KPK terus memaksimalkan pencarian keberadaan DPO (Harun Masiku)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (23/7).
Ia juga menyatakan lembaganya telah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri, Interpol, dan Ditjen Imigrasi untuk mencari tersangka Harun. "Koordinasi telah dilakukan, baik dengan Bareskrim Polri, Interpol, dan Imigrasi," kata Ali.
Tersangka Harun telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Januari 2020 lalu. Namun, KPK memastikan penyidikan terhadap Harun tetap berjalan.
"Oleh karena itu, tentu terus dilakukan pencarian dan pemberkasannya juga terus berjalan. Penyidikannya juga terus berjalan, bukan berarti kemudian tersangka belum ditemukan kemudian berkasnya berhenti, tidak," kata Ali.
Sebelumnya, Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang juga telah menyatakan bahwa permohonan pencegahan tersebut hanya bisa dilakukan dua kali atau selama 12 bulan. "Kalau ditotal, ya, cuma 12 bulan. Pencegahan pertama 6 bulan terus perpanjangan 6 bulan," kata Arvin melalui keterangannya beberapa waktu lalu.
Dalam kasus tersebut, kader PDIP Saeful Bahri telah dijatuhi vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dengan pidana 1 tahun dan 8 bulan penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan, karena terbukti ikut menyuap bekas Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta.
Saeful dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Harun memberikan suap kepada Wahyu melalui perantara mantan anggota Bawaslu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fredelina.
Sedangkan Wahyu dan Agustiani masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.