Selasa 21 Jul 2020 13:09 WIB

Bagaimana PNS pada Lembaga yang Dihapus? Ini Saran Korpri

Korpri mengingatkan para ASN yang masuk ke lembaga itu karena diminta oleh negara.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrullah
Foto: Humas Kemendagri
Ketua Umum Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) berharap pemerintah menggunakan pendekatan humanis dalam manajemen pegawai aparatur sipil negara (ASN) yang terdampak perampingan lembaga. Sebab, para ASN yang masuk ke lembaga itu karena diminta oleh negara.

Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Zudan Arif Fakrullah mengingatkan, penataan kelembagaan dengan adanya lembaga-lembaga yang dihapus tidak boleh merugikan keberadaan para ASN. Zudan menyarankan, pegawai ASN yang terdampak perampingan lembaga ditawarkan terlebih dahulu untuk penempatan di instansi yang ingin dituju. 

Baca Juga

Penawaran ini disesuaikan dengan kondisi masing-masing pegawai baik itu dari segi kompetensi, usia maupun asal mereka. "Beri pilihan-pilihan, jadi penempatan ini sifatnya yang humanistik, jadi jangan dihajar, ya kalau mau begitu, kalau nggak mau, ya mengundurkan diri saja, tidak. Sudah saatnya dalam kondisi seperti ini, kita memberikan pendekatan manajemen yang humanistik," kata Zudan saat dihubungi, Selasa (21/7).

Ia mencontohkan, jika ada pegawai ASN yang terpisah dengan keluarga bisa ditawarkan pindah ke instansi di daerah asal keluarga, tetapi tidak boleh menuntut jabatan fungsional. Contoh lain, penempatan berdasarkan kecocokan keilmuan, jika ada pegawai ASN yang sesuai dengan kebutuhan lembaga yang dituju.

Sementara penawaran bagi ASN yang sudah di usia menjelang pensiun, ia menyebutkan, dicarikan lokasi terdekat dengan rumah. Zudan menilai penempatan harus dilakukan secara tepat, dan di tempat dan waktu yang tepat.

Apalagi saat ini, masyarakat ada di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang serba sulit sehingga pendekatan juga harus dilakukan dengan luar biasa. "Tampung mereka semua, beri jalan keluarnya karena mereka pasti akan perlu adaptasi baru di tempat-tempat baru," kata dia.

Dengan demikian, Zudan berharap tidak ada pegawai ASN yang tidak bisa disalurkan sehingga terpaksa harus diberhentikan secara hormat jika telah memasuki usia 50 tahun dan masa kerja 10 tahun atau juga yang harus menjalani masa tunggu. Aturan seperti ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. 

"Kalau saya itu berpikirnya optimalisasi sumber daya yang ada, daripada merekrut yang baru, kalau ini masih bisa dikembangkan, jadi bisa nggak dia dioptimalkan dan difungsikan di tempat tempat yg lain dengan baik," katanya.

Apalagi, ia menilai pemerintah telah banyak berinvestasi dalam mengembangkan kemampuan ASN selama ini. "Bisa ngga misalnya menjadi dosen, dicarikan toh ini tidak menganggu sistem keuangan negara, dulu kan ASN masuk di suatu lembaga karena ada kebutuhan lembaga, prinsipnya optimalkan mereka gunakan dengan baik sumber daya ini," katanya.

Pasal 241 di Peraturab Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen PNS menyebutkan jika terdapat PNS tidak dapat disalurkan lantaran terbatasnya kebutuhan instansi maka ada beberapa ketentuan. Pertama, jika terdapat PNS yang tidak dapat disalurkan pada saat terjadi perampingan organisasi, usianya mencapai 50 tahun, dan masa kerja telah 10 tahun maka akan diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak kepegawaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedua, jika ada PNS yang tidak dapat disalurkan belum mencapai usia 50 tahun dan masa kerja kurang dari 10 tahun maka akan diberikan uang tunggu paling lama 5 tahun. Kemudian jika sampai dengan masa tunggu 5 tahun PNS tidak dapat disalurkan maka akan diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak kepegawaian.

Selanjutnya, pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS belum berusia 50 tahun, jaminan pensiun akan mulai diberikan pada saat mencapai usia 50 tahun. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement