Senin 20 Jul 2020 13:19 WIB

Tak Hadiri Sidang, Djoko Tjandra Minta Sidang Daring

Majelis hakim memberikan kesempatan ketiga kepada Djoko Tjandra untuk hadiri sidang.

Rep: Muhammad Ubaidillah/ Red: Bilal Ramadhan
Sidang Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/7).
Foto: Muhammad Ubaidillah
Sidang Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang ketiga PK kasus tersangka Djoko Tjandra yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/7) hanya dihadiri Kuasa Hukum. Djoko Tjandra merupakan tersangka kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.

Persidangan pertama dan kedua Djoko Tjandra tidak hadir dengan alasan sakit. Sehingga majelis hakim memberikan kesempatan ketiga kepada pemohon untuk hadir.

Persidangan PK Djoko Tjandra tidak bisa digelar jika pemohon tidak hadir. Kehadiran Djoko Tjandra sebagai pemohon diperlukan karena sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012 Tentang Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana.

SEMA tersebut menjelaskan bahwa Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung hanya dapat diajukan oleh terpidana sendiri atau ahli warisnya. Permintaan PK yang  diajukan oleh kuasa hukum terpidana tanpa dihadiri oleh terpidana harus dinyatakan tidak diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan ke MA.

Kuasa Hukum Djoko Tjandra Andi Putra Kusuma menyampaikan dalam persidangan, kliennya masih sakit dan meminta agar persidangan dilakukan secara daring atau teleconference. Tetapi mejelis hakim tidak lagi memberikan kesempatan dan meminta Jaksa Penuntut Umum menyampaikan sikapnya secara tertulis di persidangan Senin depan (27/7).

Hakim Ketua Nazar Effriadi tidak memberikan kesempatan lagi. Ia beralasan suratnya tidak memastikan dia akan hadir, bahkan surat juga dibuat dari KL. "Teleconference tidak bisa dilakukan berdasar SEMA," tegas Hakim Ketua.

Jaksa Penuntut Umum Ridwan Ismawanta mengatakan pihaknya akan menyampaikan pendapat pekan depan terkait jalannya persidangan hari ini. Ia melanjutkan kehadiran terpidana wajib hadir sesuai SEMA Nomor 1 tahun 2012. Hal ini menjadi dasar pendapat JPU pekan depan. "Kita yakin menang kok," kata Ridwan saat ditanya terkait peluang Djoko Tjandra memenangkan PK.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Bonyamin Bin Saiman mengatakan pihaknya telah mengirim surat permohonan Amicus Curae (sahabat keadilan) persidangan PK Djok S. Tjandra.

Dalam surat tersebut, MAKI meminta Ketua PN Jaksel tidak meneruskan berkas perkara Permohonan Peninjauan Kembali tersangka Djoko S. Tjandra ke Mahkamah Agung. Sehingga prosesnya dicukupkan menjadi arsip dalam sistem persidangan PN Jaksel.

MAKI beralasan PK yang seharusnya diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Sedangkan yang bersangkutan belum memenuhi kriteria sebagai terpidana, karena belum pernah dieksekusi sejak putusan pengadilan dijatuhkan. Dalam Pasal 1 ayat 32 KUHAP disebutkan "Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap."

Alasan kedua MAKI yakni berdasar Dirjen Imigrasi Djoko S. Tjandra tidak pernah masuk ke sistem perlintasan pos poin imigrasi. Sehingga secara hukum (de jure) Djoko Tjandra tidak pernah berada di Indonesia dan dinyatakan buron akibat kabur ke luar negeri pada 2009. PK di PN Jaksel pada 8 Juni harusnya tidak pernah ada di Indonesia, dan proses pendaftarannya haruslah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan.

"Secara de facto mungkin betul Djoko Tjandra, tapi secara hukum bukan Djoko Tjandra karena dia buron di luar negeri, jadi mungkin mayat hidup atau hantu Blau," ujar Bonyamin, Senin (20/7).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement