REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan dr Budi Siylvana, mengatakan, fasilitas kesehatan lingkungan dan sarana sanitasi masih minim di beberapa pos pengungsian korban banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Hal itu dikemukakan Budi pada konferensi pers bertema "Banjir Bandang Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan" yang digelar secara virtual oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Ahad (19/7).
"Minimnya sarana itu dapat dilihat dari kurangnya sarana cuci tangan pakai sabun (CPTS) di setiap pos pegungsian," katanya.
Menurut dia, keterbatasan itu di lapangan harus segera ditanggulangi, terlebih lagi karena masih masa pandemi Covid-19. Sementara di lapangan juga ditemukan keterbatasan masker untuk petugas, relawan dan pengungsi.
Kondisi itu terlihat dari banyaknya penyintas yang tidak menggunakan masker dan belum dilakukan jaga jarak secara ketat baik pengungsi maupun petugas/relawan. Khusus untuk mencegah penyebaran Covid-19, lanjut dia, tenaga bantuan kesehatan harus bebas Covid-19 dengan menunjukkan surat keterangan. Jika belum diperiksa atau tidak ada surat, maka dilakukan rapid test di pos kesehatan.
Budi juga mengakui, masih terbatas ketersediaan vaksin Tetanus (TT) untuk petugas SAR dan relawan. Belum lagi kurangnya air bersih, karena pasokan air bersih sudah tertimbun lumpur.
"Persoalan lainnya yang menyangkut kesehatan dan lingkungan adalah belum berjalannya kegiatan pengolahan sampah domestik yang mengakibatkan sampah menumpuk baik di lokasi pengungsian, juga di jalan pusat kota kabupaten yakni Masamba.
Sementara di tenda masyarakat penyintas di kebun sawit belum berdinding, ini dikhawatirkan muncul gangguan vektor. Sedang dari segi makanan yang dikonsumsi, penanganan gizinya tidak sesuai dengan standar.
Faskes dan Sanitasi Masih Minim di Pos Pengungsian Luwu Utara
MAKASSAR -- Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan dr Budi Siylvana, mengatakan, fasilitas kesehatan lingkungan dan sarana sanitasi masih minim di beberapa pos pengungsian korban banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Hal itu dikemukakan Budi pada konferensi pers bertema "Banjir Bandang Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan" yang digelar secara virtual oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Ahad (19/7).
"Minimnya sarana itu dapat dilihat dari kurangnya sarana cuci tangan pakai sabun (CPTS) di setiap pos pegungsian," katanya.
Menurut dia, keterbatasan itu di lapangan harus segera ditanggulangi, terlebih lagi karena masih masa pandemi Covid-19. Sementara di lapangan juga ditemukan keterbatasan masker untuk petugas, relawan dan pengungsi.
Kondisi itu terlihat dari banyaknya penyintas yang tidak menggunakan masker dan belum dilakukan jaga jarak secara ketat baik pengungsi maupun petugas/relawan. Khusus untuk mencegah penyebaran Covid-19, lanjut dia, tenaga bantuan kesehatan harus bebas Covid-19 dengan menunjukkan surat keterangan. Jika belum diperiksa atau tidak ada surat, maka dilakukan rapid test di pos kesehatan.
Budi juga mengakui, masih terbatas ketersediaan vaksin Tetanus (TT) untuk petugas SAR dan relawan. Belum lagi kurangnya air bersih, karena pasokan air bersih sudah tertimbun lumpur.
"Persoalan lainnya yang menyangkut kesehatan dan lingkungan adalah belum berjalannya kegiatan pengolahan sampah domestik yang mengakibatkan sampah menumpuk baik di lokasi pengungsian, juga di jalan pusat kota kabupaten yakni Masamba.
Sementara di tenda masyarakat penyintas di kebun sawit belum berdinding, ini dikhawatirkan muncul gangguan vektor. Sedang dari segi makanan yang dikonsumsi, penanganan gizinya tidak sesuai dengan standar.