REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangsa Indonesia diyakini mampu terus melaju ke arah yang tepat dalam menggapai kesejahteraan. Menurut Sekretaris Umum DPP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Sahat MP Sinurat di usia kemerdekaan Indonesia yang akan memasuki usia 75 tahun, seharusnya tidak ada lagi pembahasan bagaimana menjaga Pancasila. Seharusnya, kata dia, saat ini yang perlu dibahas adalah bagaimana membumikan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, bahkan lebih jauh lagi, memperkenalkan dan mempromosikan Pancasila kepada negara-negara lain di dunia.
"Saya tiga kali diundang ke luar negeri, ke Sri Lanka, Mesir, dan Cuina. Dalam tiga kesempatan ini, saya menjelaskan tentang Pancasila kepada para peserta. Mereka heran mengapa Indonesia yang majemuk dapat bersatu. Saya menjawabnya, karena Indonesia sepakat pada dasar negara yaitu Pancasila," ujar dia di Jakarta, Sabtu (18/7).
Sayangnya, kata dia, isu Pancasila saat ini dijadikan sebagai komoditas politik saja di antara para elite-elite politik dan elemen lainnya. Menurut Sahat, seharusnya kita membicarakan penerapan Pancasila, terkhusus kepada generasi milenial, generasi Z, dan generasi Alpha.
"Kita harus melihat bagaimana nasib peradaban bangsa Indonesia ke depannya. Kita harus menjadikan Indonesia sebagai negara semua untuk semua. Bahwa petani, nelayan, buruh, guru, pegawai, pengusaha, politisi, semuanya seharusnya sama-sama memiliki Indonesia, merasakan keadilan dan kesejahteraan," ujarnyan
Sahat menambahkan, maka dalam konteks Indonesia, Pancasila adalah dasar negara yang paling tepat di tengah bangsa yang majemuk, bukan paham-paham komunis, khilafah, liberalis, ataupun cara-cara pengelolaan negara seperti masa Orde Baru.
"Saat ini kita menghadapi liberalisasi yang banyak menguntungkan pemilik modal. Padahal kebijakan yang inklusif dan tidak diskriminatif harus juga dirasakan oleh masyarakat kecil. Saya apresiasi pemerintahan Pak Jokowi yang memberikan stimulus UMKM di masa Pandemi ini. Stimulus UMKM adalah salah satu perwujudan dari Pancasila, yakni memberikan keadilan bagi rakyat Indonesia," kata dia.
Dia mengatakan, dulu para pendiri bangsa walau berbeda pendapat bahkan paham ideologi dapat tetap membangun komunikasi yang cair dan baik. Dia pun berharap, seharusnya para tokoh bangsa dan elite politik saat ini juga dapat menunjukkan komunikasi yang baik dan akrab walaupun sedang berbeda pandangan.
"Sehingga rakyat tidak hanya dipertontonkan dengan tindakan-tindakan yang saling mengecam karena perbedaan pendapat, tapi rakyat juga melihat bahwa para tokoh bangsa dan elit politik juga memiliki karakter negarawan. Tetap membangun silaturahmi walaupun berbeda pandangan," ujarnya.
Dengan ini, kata dia, rakyat tidak ikut-ikutan membangun tembok permusuhan, melainkan tetap berusaha membangun silaturahmi satu sama lain. Menurut dia, para pemimpin bangsa, termasuk pemimpin muda harus menjadi teladan dan inspirasi.
"Walaupun berbeda pandangan, kita tetap bersatu dan bersama-sama membangun bangsa. Itulah salah satu perwujudan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika," ujar Sahat.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto menambahkan, tidak perlu ada lagi perdebatan Pancasila sebagai ideologi. "Bagi kami Muhammadiyah, dasar negara sudah final. Namun tantangan kita saat ini bagaimana kita membangun Negara yang berkemajuan. Maka kita jangan menjebak Pancasila dalam birokrasi Pancasila," ujar sosok yang akrab disapa Cak Nanto ini.