Sabtu 18 Jul 2020 07:25 WIB

Cabut Sektor Pendidikan dari RUU Cipta Kerja

Dalam pasal-pasal RUU Cipta Kerja pendidikan seolah hanya dianggap komoditi capital.

Cecep Darmawan, Guru Besar UPI dan Wakil Ketua ICMI Orwil Jawa Barat
Foto:

Kedua, hilangnya kewajiban bagi program studi untuk diakreditasi, sehingga izinnya tidak dapat dicabut. Ketentuan awalnya terdapat dalam Pasal 33 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang diubah ketentuannya dalam RUU Cipta Kerja. Implikasinya antara lain adalah tidak adanya jaminan kualitas lulusan dari prodi yang tidak diakreditasi. Selebihnya PT akan mengalami kemunduran kualitas lulusannya.

Ketiga, dihapuskannya standar pendidikan tinggi. Pengaturan awalnya terdapat dalam Pasal 54 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang diubah ketentuannya dalam RUU Cipta Kerja. Padahal dalam RUU Cipta Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 35 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, menyebutkan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan. Dengan standar yang diterapkan sekarang saja, PT kita belum sepenuhnya baik, apalagi kalau standarisasinya dihapuskan. Mau dibawa kemana PT kita?

Keempat, prinsip nirlaba dalam otonomi pengelolaan perguruan tinggi dihapuskan. Pengaturan awalnya terdapat dalam Pasal 63 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang diubah ketentuannya dalam RUU Cipta Kerja.

Kalau prinsip nirlaba dihilangkan, artinya PT akan berubah menjadi institusi bisnis pendidikan dan dengan mudah meraup keuntungan dari sektor pendidikan. Sektor pendidikan yang sejatinya adalah ranah negara akan bergeser menjadi sektor privat dan terjadi komersialisasi pendidikan yang tak akan terelakan. Jika begitu adanya, pemerintah sudah melanggar konstitusi negara. Konstitusi telah mengamanatkan bahwa tugas negara melalui pemerintah yang paling asasi diantaranya adalah mencedaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan.

Kelima, RUU Cipta Kerja telah mengubah ketentuan Pasal 90 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yakni menghapus beberapa syarat pendirian perguruan tinggi asing, sehingga mempermudah untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi di Indonesia. Ketentuan ini harus dipertimbangkan ulang karena terlalu mempermudah perizinan pendirian perguruan tinggi asing tanpa mempertimbangkan konsekuensi dalam aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hankam, dan pada gilirannya akan mengancam kedaulatan, keselamatan dan kelangsungan hidup NKRI.

Keenam, lembaga pendidikan asing tidak lagi wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan Indonesia dan dihapuskannya syarat lembaga pendidikan asing yang beroperasi di Indonesia harus terakreditasi atau diakui di negaranya. Pengaturan awalnya terdapat dalam Pasal 65 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang diubah ketentuannya dalam RUU Cipta Kerja. Jika substansi pengaturan lembaga pendidikan asing seperti ini, berarti kita sedang menempatkan bangsa asing lebih tinggi derajatnya dari bangsa kita.

Ketujuh, RUU Cipta Kerja telah mengubah ketentuan Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni menghapuskan ketentuan pidana dan denda bagi para pihak yang melanggar pasal tersebut.

Terakhir, kedelapan, RUU Cipta Kerja telah mengubah ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yakni tidak diwajibkannya sertifikat pendidik bagi dosen yang berasal dari lulusan Perguruan Tinggi Lembaga negara lain yang terakreditasi. Ketentuan ini tentunya sangat diskriminatif terhadap dosen-dosen yang berasal dari lulusan perguruan tinggi dalam negeri. Padahal secara kualitas, dosen-dosen lulusan dalam negeri tidak kalah dibandingkan dengan dosen-dosen dari lulusan luar negeri. Kualitas dan kompetensi dosen bukan ditentukan dari lulusan luar atau dalam negeri.

Berbagai problematika dalam pasal RUU Cipta Kerja sektor pendidikan tersebut, jika tidak dikembalikan pada pengaturan yang benar maka akan menghancurkan dunia pendidikan di Indonesia. Pada dasarnya, penulis sangat mendukung pembahasan RUU Cipta Kerja guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, untuk sektor pendidikan khususnya, selayaknya pemerintah menarik atau mengeluarkan seluruh pasal-pasal pendidikan dari dalam RUU Cipta Kerja.

Selain itu, seyogyanya pemerintah segera membenahi regulasi pendidikan yang sudah compang camping akibat inkonsistensi dan dicabutnya beberapa regulasi pendidikan. Lebih tepatnya pemerintah segera membentuk sebuah Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru dengan menggunakan model omnibus law.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement