REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) melaporkan PT Arara Abadi (PT AA) Distrik Sorek ke Polda Riau terkait dugaan tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan. Tindakan yang dimaksud berupa dugaan pembakaran hutan.
Perusahaan itu dilaporkan atas dugaan telah melanggar Pasal 98 Ayat (1) UU No 32/2019 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Wakil Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setyo menyebut PT AA mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup merujuk pada PP No 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian dan atau Pencemaran lingkungan Hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan Iahan.
Areal PT AA disebut terbakar sejak tanggal 28 Juni 2020 seluas 83 hektar berdasarkan hitungan Citra Sentinel 2. Hasil investigasi Jikalahari berdasarkan foto tim manggala agni yang sedang memadamkan api di atas Iahan gambut menemukan lokasi kebakaran berada di areal konsesi PT AA Desa Merbau, Pelalawan.
Pada 3 Juli 2020, tim ke lokasi terbakar dan melihat asap masih mengepul, sebagian Iahan masih terbakar dan tim manggala agni, BPBD dan tim RPK PT AA sedang melakukan pendinginan. Lokasi terbakar merupakan Iahan yang sudah selesai staking dan siap tanam akasia. Di beberapa biok ditemukan akasia yang baru ditanam dan tidak terbakar.
"PT AA sengaja membakar untuk ditanami akasia dengan motif mengurangi biaya operasional," kata Yogo saat dikonfirmasi, Kamis (16/7).
Di sekitar lokasi terbakar, lanjut Yogo, tim mendapat informasi asal api dari kebun masyarakat di luar konsesi PT AA. Namun hasil pengamatan tim, jarak antara lokasi kebun masyarakat yang terbakar dengan lokasi yang terbakar di areal PT AA sekitar 680 meter dan tidak ada penghubung api.
"Artinya tidak mungkin apinya meloncat ke areal PT AA. Justru areal PT AA sengaja dibakar karena api hanya membakar areal yang sudah distaking dan tidak sampai areal yang sudah ditanam, padahal jaraknya hanya dipisahkan oleh kanal," kata Okto Yugo
Selain itu hasil analisis hotspot melaui satelit Terra Aqua Viirs, hotspot dan kebakaran di luar konsesi lebih dulu terjadi yaitu pada 24 Maret 2 April 2020 sedangkan di dalam areal konsesi PT AA hotspot dan kebakaran terjadi pada 28 Juni 2020.
Hasil overlay titik kordinat lokasi kebakaran dengan Peta Indikatif Restorasi Gambut Badan Restorasi Gambut (BRG), areal kebakaran berada pada zona merah yang artinya prioritas restorasi pasca kebakaran 2015 2017 yang harus direstorasi, namun tidak dilakukan restorasi dan kembali terbakar.
Selain mengumpulkan data lapangan, Jikalahari melakukan analisis melalui Citra Satelit Sentinel 2 untuk melihat tutupan Iahan di kawasan PT AA. Hasilnya, pertama pada Januari 2020, areal yang terbakar merupakan hutan alam yang ditumbuhi semak belukar.
Kedua pada Februari 2020, areal yang terbakar mulai ada pembukaan Iahan. Ketiga, pada Maret Mei 2020, membuka, kanal baru dan menambah pembukaan lahan. Keempat, Juni 2020 terus menambah pembukaan lahan hingga terbakar pada 28 Juni 2020.
"Akibat kebakaran seluas 83 ha telah merusak gambut dan lingkungan hidup termasuk melebihi baku mutu ambien udara yang merugikan lingkungan hidup senilai Rp 20,6 Miliar," papar Togo.
Jikalahari merekomendasikan agar Polda Riau segera menetapkan PT Arara Abadi sebagai tersangka pelaku pembakaran hutan dan lahan yang mencemari udara, merusak gambut dan lingkungan hidup.
Republika berupaya untuk menghubungi PT Arara Abadi melalui Assistant Public Relations Manager PT AA, Nurul Huda, melalui pesan singkat dan telepon. Namun, ia tak menjawab keduanya.
Polda Riau sendiri dinyatakan masih menangani kasus karhutla di sejumlah titik. Namun, Polda masih belum merinci keterkaitan PT AA terkait kebakaran yang terjadi. Berdasarkan Kepala Biro Penerangan Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono, terdapat 50 laporan kasus dengan perincian pelaku perorangan 50 orang dan korporasi satu buah. Kemudian, luas area yang terbakar 241,1675 Hektar.
Dalam kasus ini sebanyak 58 orang telah ditetapkan sebagai tersangka perorangan dan dua korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka."Tahap I ada tiga kasus perorangan. Lalu, untuk proses sidik ada tiga kasus perorangan dan satu kasus korporasi serta sebanyak 44 kasus dalam tahap II," kata dia menjabarkan status perkara sejumlah tindakan yang dilaporkan pada Divisi Humas Polri.