Rabu 15 Jul 2020 05:21 WIB

Istilah Baru Penanganan Covid-19 Merujuk Kasus SARS

Perubahan istilah sebaiknya dibarengi upaya Kemenkes menghindari kerancuan.

Rep: Rizky suryarandika/ Red: Esthi Maharani
Petugas medis Dinas Kesehatan Provinsin Kepulauan Bangka Belitung menunjukan gelang yang diperuntukan bagi Orang Dalam Pengawasan (ODP)
Foto: Antara/Anindira Kintara
Petugas medis Dinas Kesehatan Provinsin Kepulauan Bangka Belitung menunjukan gelang yang diperuntukan bagi Orang Dalam Pengawasan (ODP)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia Syahrizal Syarif menanggapi perubahan istilah penanganan Covid-19. Ia mengungkap istilah yang kini digunakan sama ketika Indonesia menangani penyakit SARS.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto resmi menghapus istilah orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP), dan pasien dalam pengawasan (PDP) dalam kaitan orang yang terinfeksi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Perubahan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) yang ditandatangani Senin (13/7).

Kini, istilah dalam operasional kasus Covid-19 ialah kasus Suspek, kasus Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, Pelaku Perjalanan, Discarded, Selesai Isolasi, dan Kematian. Untuk Kasus  Suspek, Kasus Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, istilah yang digunakan pada pedoman sebelumnya adalah Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG).

"Bagi masyarakat awam mungkin belum biasa, tapi bagi tenaga kesehatan sebetulnya istilah suspek, probabel itu bukan hal baru lagi, sebetulnya sudah digunakan ketika SARS," kata Syahrizal pada Republika, Selasa (14/7).

Ia menegaskan hal tersebut bukan istilah baru karena mengacu pedoman WHO. "Pedoman WHO enggak berubah, Indonesia saja yang kemudian bikin istilah baru yang berikan kerancuan," lanjut Syahrizal.

Syahrizal merasa perubahan istilah ini bukan masalah besar, khususnya bagi tenaga kesehatan. Ia justru mendukung jika ada upaya Kemenkes melakukan perbaikan penanganan Covid-19.

"Dalam situasi pandemi wajar Kemenkes merevisi pedoman penanganan penyakit. WHO juga terus beri arahan protokol kesehatan Permenkes ini sudah revisi kesekian kali, 5-6 kali," ujar Syahrizal.

Syahrizal menekankan perubahan istilah sebaiknya dibarengi upaya Kemenkes menghindari kerancuan. Ia menyayangkan jika perubahan istilah malah menambah kerancuan.

"Istilah banyak berikan kerancuan. Apa pedoman ini bisa beri pemahaman lebih mudah atau tidak, apa definisinya lebih tepat dan valid atau tidak daripada yang lalu," ucap Syahrizal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement