REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Pemerintah Kota Bandung tengah menggencarkan program perceptan penurunan kasus stunting, merujuk pada target nasional 14 persen stunting di 2024. Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan, meski angka stunting di Kota Bandung mengalami menurunan dibanding tahun lalu, namun kasus yang melibatkan peran multisektoral itu masih bertengger di angka 70,9 persen atau sekitar delapan ribu dari target sasaran 125 ribu jiwa.
"Mudah-mudahan kita bisa terus lakukan percepatan angka ini sehingga harapannya kedepan tidak ada anak lagi lahir dengan kondisi stunting. Ada kesepakatan hari ini dengan stakeholder untuk menurunkan angka 70,9 persen stunting di Kota Bandung,\" kata Yana saat menghadiri Rembuk Stunting Kota Bandung tahun 2022 di Hotel Grandia, Jumat (29/7/2022).
Yana mengatakan, untuk anggaran, dia berharap seluruh dinas terkait dapat menyisihkan anggaran 5 persen, khusus untuk program percepatan penurunan stunting. Begitu juga pejabat kewilayahan seperti kecamatan dan kelurahan yang diminta untuk menyisihkan anggaran hingga 10 persen untuk stunting."(Anggaran untuk stunting) Tentunya tersebar di beberapa dinas terkait termasuk juga kami berharap temen-temen di kewilayahan bisa mengalokasikan anggaran untuk penyelesaian stunting ini," kata dia.
Secara lebih lanjut, Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Dewi Kaniasari mengatakan, timnya telah melibatkan seluruh Organisasi Peragnkat Daerah (OPD) terkait untuk mengentasan stuntng, merujuk pada posisi stunting sebagai problematika multisektor. Melalui kegiatan Rembuk Stunting ini, seluruh OPD terkait diminta komitmennya untuk bekerja sama dan bersinergi menurunkan angka stunting.
"Ini adalah Rembug bersama komitmen dari semua OPD dan kewilayahan jadi untuk anggaran dengan keterbatasan dari APBD coba sisihkan 5 persen dari OPD yang terkait dan juga 10 persen dari program PIPPK," kata wanita yang akrab disapa Kenny itu.
Menurutnya, setiap OPD memiliki peran yang sama-sama penting untuk mendukung penurunan angka stunting. Wanita yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Pengendalian Kependudukan dan Keluarga Berencana (DPKKB) itu mencontohkan, jika tahun ini DPKKB mendapatkan alokasi anggaran sekitar Rp 5 miliar, maka lima persen dari anggaran tersebut wajib disalurkan untuk program stunting. Begitu juga dengan dinas kewilayahan, yang diminta menganggarkan 10 persen dari anggaran Program Inovasi Percepatan Pembangunan Kewilayahan (PIPPK) untuk program stunting.
"PIPPK kan program inovasi, nah penurunan stunting juga dari upaya inovasi selain dari edukasi juga. Dari PIPPK untuk inovasinya 10 persen coba bikin inovasi yang bisa membantu percepatan penurunan angka stunting," kata dia.
"Nanti kita bersama-sama mempercepat penurunan angka stunting, nanti ada penandatangan komitmen, nah itu harus cepat direalisasikan karna tantangan kita masih panjang untuk menurunkan angka stunting," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pengendalian, Data dan Evaluasi Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Dinas Sosial Kota Bandung, Susatyo Triwilopo mengatakan bahwa hingga saat ini Dinsos Kota Bandung tidak memiliki anggaran khusus untuk program stunting. Dia juga mengatakan tidak ada perbedaan atau keistimewaan jenis bantuan, termasuk bagi ibu hamil maupun ibu yang memiliki batita dan balita.
“(Bantuan) Yang langsung gak ada, karena itu tugasnya dari dinas kesehatan. Kita kan supportnya dari sasaran perantaranya saja, misalnya ibunya cukup makan dari program sembako atau dari PKH (program keluarga harapan),” kata dia.
“Untuk ibu hamil pun sama (bantuannya), karena kan sekarang bantuannya uang ya, uang Rp 200 ribu mah pengecualian. PKH kan tergantung apa yang ada, anak sekolah SD berapa bantuannya, SMP berapa bantuannya, dan itu lebih ke arah keperluan perlengkapan sekolahnya sama operasional sekolahnya, bukan soal pemenuhan gizi,” sambungnya.
Dia mengatakan, sejauh ini, bantuan sosial yang disalurkan Dinsos juga hampir seluruhnya masih bersumber dari program pemerintah pusat, Kementerian Sosial. Hal ini tak lain karena kendala keterbatasan dana dari APBD, ujarnya.“Masalahnya selama ini bantuan dari pusat, daerah boleh dalam bentuk hibah atau bansos, tapi lagi-lagi balik ke kemampuan anggaran kita, dan itu tidak cukup,” tuturnya.