Jumat 10 Jul 2020 00:43 WIB

Ini Alasan Ekstradisi Maria Pauline Butuh Waktu Lama

Maria Pauline Lumowa berstatus buronan sejak 2003 atau 17 tahun lalu.

Buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa (tengah) berjalan dengan kawalan polisi tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (9/7/2020). Tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif sebesar Rp1,7 triliun diekstradisi dari Serbia setelah menjadi buronan sejak 2003.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa (tengah) berjalan dengan kawalan polisi tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (9/7/2020). Tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif sebesar Rp1,7 triliun diekstradisi dari Serbia setelah menjadi buronan sejak 2003.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjelaskan proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa memakan waktu lama. Hal ini lantaran adanya lobi-lobi dari negara lain yang berusaha menggagalkan proses pemulangan buronan tersangka pembobol kas Bank BNI pada 2003 itu.

Maria ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019. "Ini memerlukan proses panjang, saya katakan tadi karena dia warga negara, tentunya ada lobi-lobi bukan hanya kita yang melobi," kata dia dalam jumpa pers di Bandara Seokarno-Hatta, Banten, Kamis (9/7).

Baca Juga

"Ada negara lain juga yang melakukan lobi-lobi menurut penjelasan dari pak Duta Besar ada upaya yang intens dari salah satu negara untuk melobi supaya yang bersangkutan tidak diekstradisi ke Indonesia," ujar Yasonna. 

Namun, Yasonna tidak mengungkap negara mana yang ingin menggagalkan ekstradisi terhadap perempuan yang buron selama 17 tahun itu. Dia mengatakan sejak memperoleh informasi bahwa Maria ditangkap di Serbia, Kemenkumham langsung mengirimkan surat permintaan percepatan permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Serbia pada 31 Juli 2019.

Namun, adanya "gangguan" dari salah satu negara tersebut membuat proses ekstradisi tidak berjalan mulus. Selain itu, kata dia, terdapat pula upaya dari pengacara Maria di Serbia yang berusaha mencegah terjadinya ekstradisi tersebut.

Yasonna mengatakan upaya untuk menggagalkan proses ekstradisi terhadap Maria tidak terwujud berkat diplomasi hukum tingkat tinggi yang dijalankan pemerintah Indonesia. Selain itu, komitmen tegas pemerintah Serbia untuk mengekstradisi Maria ke Indonesia.

Pada September lalu, Pemerintah Indonesia kembali mengirimkan permintaan percepatan ekstradisi setelah diketahui bahwa masa penahanan Maria di Serbia akan berakhir pada pertengahan Juli 2020. "Setelah mengetahui prosesnya tanggal 17 akan berakhir, kita meningkatkan intensitas lobi dan pertemuan, dan kemarin puncaknya setelah kita melihat ada lampu hijau yang baik," kata menteri berusia 67 tahun itu.

Pada Rabu (8/7), Yasonna menyelesaikan proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa dari Pemerintah Serbia. Yasonna mengatakan keberhasilan menuntaskan proses ekstradisi tersebut tidak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan baik kedua negara.

Selain itu, kata dia, proses ekstradisi ini juga menjadi buah manis komitmen pemerintah dalam upaya penegakan hukum yang berjalan panjang. Yasonna juga menyebut bahwa keberhasilan ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa juga tidak lepas dari asas resiprositas (timbal balik).

Sebelumnya, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015. Maria Pauline tiba di Indonesia pada Kamis, dan langsung diserahkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif dengan nilai sebesar Rp1,2 triliun.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement