Kamis 09 Jul 2020 19:33 WIB

MAKI: Ekstradisi Maria Cuma Buat Tutupi Malu Menkumham

Ekstradisi Maria menutupi rasa malu atas bobolnya buron Djoko Tjandra dan Harun M.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -  Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, ekstradisi Maria Pauline Lumowa, buronan pembobol kas BNI senilai Rp 1,7 triliun hanya kedok untuk menutupi malu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly atas kinerjanya selama ini. Pasalnya, beberapa waktu lalu Dirjen Imigrasi yang berada di bawah kepemimpinan Menkumham Yasonna kecolongan setelah buron kasus Bank Bali Djoko Tjandra bebas keluar-masuk Indonesia tanpa terdeteksi.

"Ekstradisi Maria Pauline adalah menutupi rasa malu Menteri Yasona atas bobolnya buron Joko Tjandra, dan menghilangnya Harun Masiku hingga saat ini yang belum tertangkap," ujar Boyamin dalam keterangannya pada Kamis (9/7).

Menurut Boyamin, ada masalah yang perlu dibenahi, dimana ekstradisi Maria Pauline Lumowa menunjukkan cekal akibat DPO adalah abadi hingga tertangkap, meskipun tidak ada kabar kelanjutan proses hukum dari Kejaksaan Agung selaku penegak hukum. Karena senyatanya Maria Pauline Lumowa status tetap cekal sejak 2004 hingga saat ini. 

Namun, sambungnya, perlakuan terhadap Djoko Tjandra sangatlah berbeda. Hal ini dikarenakan nama Djoko pernah dicoret dari daftar cekal, sehingga tersangka kasus Bank Bali itu bisa melenggang bebas.

"Hal ini membuktikan kesalahan penghapusan cekal pada kasus Djoko S Tjandra yang pernah dihapus cekal pada tanggal 12 Mei 2020, SP 27 Juni 2020 oleh Imigrasi atas permintaan Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Padahal tidak ada permintaan hapus oleh Kejagung yang menerbitkan DPO," tuturnya.

Boyamin menegaskan, publik menuntut keseriusan pemerintah menangkap buronan lain, seperti Djoko Tjandra, Harun Masiku, Eddy Tansil hingga Honggo Wendratno. Dia pun meminta pemerintah mencabut paspor para buron dan mendesak negara lain yang memberikan paspor untuk juga mencabutnya.

"Jika buron tertangkap cukup diterbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) sekali pakai untuk membawa pulang ke Indonesia," ujarnya.

Sementara, Yasonna menegaskan kedatangan Djoko Tjandra tak terekam dalam data perlintasan sistem keimigrasian. Dia mengklaim, bersama Kejagung tengah memburu Djoko Tjandra yang merupakan Direktur PT Era Giat Prima (EGP).

"Tentang Djoko Tjandra, Kejaksaan sedang memburu, kita bekerja sama. Kemarin ada info masuk di Indonesia, kita cek data perlintasan sama sekali enggak ada. Biar jadi penelitian selanjutnya," kata Yasonna.

Ihwal Harun Masiku, Yasonna pernah menyampaikan jika saat itu terjadi perbaikan sistem keimigrasian ketika Harun Masiku tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada awal Januari 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement