Rabu 08 Jul 2020 10:51 WIB

Kala Mentan Kenakan Kalung 'Antivirus Corona' di Rapat DPR

Mentan akan menghentikan riset kalung eucalyptus jika tidak mendapatkan dukungan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengenakan kalung bertuliskan anti virus corona saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/7/2020). Rapat itu membahas program strategis kementrian dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi dampak COVID-19.
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengenakan kalung bertuliskan anti virus corona saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/7/2020). Rapat itu membahas program strategis kementrian dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi dampak COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dedy Darmawan Nasution, Febrianto Adi Saputro

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada Selasa (7/7) menghadiri rapat kerja bersama Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Dalam rapat itu, Syahrul terlihat mengenakan kalung eucalyptus yang berlakangan menyulut polemik di media sosial. Dalam kalung itu tertera tulisan, "Antivirus Corona".

Baca Juga

Di hadapan anggota DPR Syahrul menyatakan, riset potensi eucalyptus untuk menjadi antivirus corona sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian Pertanian (Kementan). Namun, jika tidak mendapatkan dukungan, ia akan menghentikan riset tersebut.

"Khusus eucalyptus, kalau dibilang berhentikan saya berhentikan," kata Syahrul.

Syahrul mengatakan, Kementan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian memiliki Balai Besar Penelitian Veteriner. Balai tersebut memiliki unit Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah. Oleh karena itu, riset terkait potensi tanaman obat dan rempah di Indonesia dalam konteks masa pandemi Covid-19 sesuai dengan ranah kerja Kementan.

Syahru menegaskan, tidak pernah memberikan keterangan khusus terkait kalung antivirus eucalyptus yang akhirnya menjadi viral di media sosial. Oleh karena itu, kata Syahrul, pihaknya juga berkewajiban untuk melakukan pembelaan para jajarannya, khususnya para peneliti di Kementan.

"Kalau didukung, saya jalan terus," kata Syahrul.

Menanggapi itu, Ketua Komisi IV DPR, Sudin, mempersilakan Kementan untuk melanjutkan upaya lanjutan untuk mencari antivirus corona dari tanaman eucalyptus di Indonesia. Namun, ia meminta agar produksi massal hasil riset tidak menggunakan APBN.

"Selama tidak pakai uang APBN, silakan, tapi kalau pakai APBN saya tidak mau. Apa jadinya nanti kalau gagal? Pak Menteri dan saya juga yang kena," kata Sudin.

Ia menambahkan, lebih baik Kementan memprioritaskan untuk mencari vaksin demam babi afrika (ASF). Sebab, hal itu menurut Sudin lebih sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi Kementan. Terlebih lagi, virus ASF kian hari makin menyebar dan belum ditemukan vaksinnya.

Ihwal vaksin ASF, Kepala Balai Besar Veteriner, Kementan, Indi Dharmayanti, mengatakan, riset hingga saat ini masih dilakukan antara Balitbang dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Pengembangan vaksin diperlukan untuk melindungi usaha ternak babi yang menjadi mata pencarian peternak di daerah produksi.

"Kita sedang kembangkan ini sehingga sedang proses untuk pembuatan vaksin ASF," kata Indi, dalam rapat.

Indi mengatakan, virus tersebut sulit untuk ditumbuhkan sehingga menyulitkan dalam proses penelitian vaksin. Hanya saja, ia menyampaikan sejauh ini tahapan penelitian sudah mengalami perkembangan dan menuju ke arah temuan vaksin. Indi pun menegaskan riset tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian Pertanian.

Adapun, para anggota Komisi IV DPR yang meminta pemerintah, khususnya Kementan untuk lebih selektif dalam menyampaikan informasi ihwal temuan-temuan yang bisa menjadi antivirus untuk corona. Sebab, dampak dari komunikasi yang kurang tepat akan merugikan pemerintah sendiri.

"Bapak nanti buat statement nanti di-bully seperti halnya kalung antivirus. Secara teknologi, saya tidak yakin itu," kata anggota Komisi IV DPR, Mindo Sianipar.

Mindo pun mengkritik para jajaran Kementan yang sudah menggunakan kalung antivirus. Menurut dia, jika kalung itu dipakai dan disorot oleh media, masyarakat pun akan ada yang berebut mencari produk itu.

"Jadi jangan dululah memakai itu ya. Maaf teman-teman dari Balitbangtan, harus lebih selektif menyampaikan itu," tuturnya.

Sementara itu, anggota Komisi IV DPR lainnya, Ahmad Ali, meminta semua pihak untuk tidak perlu memperdebatkan ihwal kalung antivirus yang terlanjur viral di media sosial. Ia pun menyarankan agar narasi yang dibangun pemerintah lebih dihamornisasikan agar tidak menimbulkan kegaduhan.

Sebab, kata dia, seluruh dunia saat ini belum ada yang berani mengklaim sebuah penelitian yang berhasil mengendalikan atau membunuh virus corona, terutama Covid-19. "Apa pun namanya, narasi harus lebih disamakan sehingga orang tidak terjebak," ujarnya.

Namun, anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai Nasdem Charles Meikyansah mengapresiasi langkah Balitbang Kementan terkait inovasi kalung eucalyptus yang diklaim mampu membunuh virus corona. Ia menilai apa yang dilakukan Kementan merupakan sebagai  bentuk rasa tanggung jawab dan inovasi yang dilakukan Balitbang Kementan.

"Terlepas dari pro dan kontra di publik, saya sebagai anggota komisi IV mengapresiasinya," kata Charles).

Kendati demikian, ia meminta agar Mentan Syahrul Yasin Limpo untuk tidak terlalu fokus terhadap pengembangan kalung tersebut. Menurutnya, Mentan perlu juga fokus terhadap tugas, pokok, dan fungsi dari Kementan.

"Pak menteri jangan terlalu banyak mengambil tenaga di sini kemudian core atau tupoksinya kemudian jadi lupa," ujarnya.

In Picture: Mentan Kenakan Kalung Anti Virus Corona

photo
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengenakan kalung bertuliskan anti virus corona saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/7/2020). Rapat itu membahas program strategis kementrian dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi dampak COVID-19. - (Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Sebelumnya, Kepala Balitbangtan Kementan Fadjry Djufri mengklarifikasi polemik kalung eucalyptus. Fadjry menegaskan, Kementan melalui Balitbangtan, tidak mengklaim temuan eucalyptus sebagai antivirus terhadap Covid-19. Kementan hanya melalukan uji coba kepada virus corona secara umum kepada model virus corona.

"Saya tidak mengklaim Covid-19 karena kita tidak menguji kepada Covid-19. Kita hanya menguji kepada corona model," kata Fadjry, Senin (6/7).

Fadjry menjelaskan, para peneliti Balitbangtan Kementan melakukan uji coba kepada gamma dan beta corona. Hasil penelitian menunjukkan bahwa temuan tersebut memiliki aktivitas antivirus. Yakni, bisa menetralisir atau membunuh virus corona.

"Covid-19 ini bagian dari beta corona. Temuan kita juga berpotensi membunuh influenza H5N1," kata Fadjry.

Sejauh ini, ia mengakui hasil temuan tersebut belum melalui tahap uji praklinis maupun uji klinis. Karena itu, belum dapat diklaim sebagai antivirus corona meskipun secara penelitian laboratorium menunjukkan potensi besar.

Meski demikian, hasil temuan tersebut telah dipatenkan dan telah teregistrasi di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, masih terdaftar sebagai produk jamu herbal.

Adapun untuk izin edar, kata Fadjry, BPOM telah mengeluarkan izinnya untuk produk dalam bentuk roll on dan inhaler. Sementara produk kalung masih menunggu izin.

"Untuk roll on dan inhaler produk akan siap akhir Juli sementara kalung pada Agustus (masih menunggu izin edar). Perusahaan yang memproduksi PT Eagle Indopharma," kata Fajdry.

photo
Tiga gejala baru Covid-19 menurut CDC AS. - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement