Rabu 08 Jul 2020 00:20 WIB

Dua Kepala Desa ini Gugat UU 2/2020 Terkait Dana Desa

Tidak ada kepastian hukum atas keberlanjutan kebijakan dana desa. 

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah warga mengantre untuk mendapatkan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa.  (Ilustrasi)
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah warga mengantre untuk mendapatkan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua kepala desa di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, yakni Triono dan Suyanto mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang penanganan pandemi Covid-19 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka mempertanyakan kepastian keberlanjutan dana desa.

Menurut mereka, Pasal 72 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang dana desa menjadi tidak berlaku setelah adanya Pasal 28 Ayat 8 dalam UU 2/2020. Hal ini disampaikan Kuasa Hukum Pemohon, Muhammad Soleh, dalam sidang pendahuluan di gedung MK, Jakarta, Selasa (7/7).

"Ketika Pasal 28 ini berlaku, maka menurut pemohon dana desa yang diatur dalam Pasal 72 Ayat 2 UU 6 Tahun 2014 menjadi tidak berlaku. Kenapa? Karena pasal ini sudah dicabut oleh Pasal 28," ujar Soleh dikutip siaran langsung persidangan melalui Youtube resmi MK.

Pasal 28 ayat 8 UU 2/2020 berbunyi, "pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku maka Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Covid- 19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini."

Pemohon mengaku pernah berdialog langsung dengan Wakil Menteri Desa (Wamendes) terkait dana desa dan berlakunya UU 2/2020. Menurut pemohon, Wamendes memastikan dana desa masih dianggarkan pemerintah pusat dan tidak akan hilang.

Namun, Wamendes tidak memastikan ada dampak dari berlakunya Pasal 28 Ayat (8) UU 2/2020. Para pemohon juga mengaku pernah mendapatkan video yang berisi pernyataan Menteri Desa Abdul Halim Iskandar, bahwa dana desa akan tetap dianggarkan pada 2021.

Sementara, beberapa pihak menyebutkan, dana desa tidak dihapuskan, tetapi dialihkan ke program bantuan langsung tunai (BLT). Kemudian, Pasal 28 ayat 8 tidak sinkron dengan Pasal 2 ayat 1 huruf I dalam UU 2/2020.

Dalam Pasal 2 ayat 1 huruf I tidak ada keterangan yang menyatakan dalam kondisi pandemi Covid-19, pemerintah pusat akan meniadakan dana desa, melainkan yang diatur hanya kewenangan pemerintah melakukan penyesuaian, pemotongan, dan penundaan bukan meniadakan.

Dengan demikian, pemohon menilai tidak ada kepastian hukum atas keberlanjutan kebijakan dana desa. Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 28 Ayat 8 UU 2/2020 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Maka, ada dua pemahaman yang menurut saya di sini kita butuh ada kepastian hukum. Hanya MK yang bisa menafsirkan apakah dana desa ini nantinya masih ada atau tidak," kata Soleh.

Pemohon menganggap dana desa sangat penting bagi pembangunan desa seperti penyediaan fasilitas PAUD dan perbaikan jalan desa yang berlubang. Sedangkan, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) digunakan untuk perbaikan skala nasional seperti jalan tol atau bandara, yang lebih banyak dinikmati masyarakat perkotaan daripada warga desa.

"Ketika dana desa itu tiba-tiba dihapuskan maka UU Nomor 6 Tahun 2014 menjadi tidak berdiri lagi. Sehingga infrastruktur pembangunan-pembangunan di pedesaan tidak bisa dilaksanakan," tutur Soleh.

Untuk diketahui, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

Perppu diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020 lalu. Kemudian, Perppu tersebut resmi diundangkan dan dicatat dalam lembaran negara pada 16 Mei 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement