REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan digunakannya Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI pada Selasa (7/7). Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, lembaga antirasuah seperti lupa akan fungsi dari Gedung KPK.
"Setelah merayakan HUT Bhayangkara di Gedung KPK, rasanya Komjen Firli Bahuri kembali lupa bahwa Gedung KPK semestinya dipergunakan untuk kerja-kerja pemberantasan korupsi, bukan malah dijadikan tempat melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP)," kata Kurnia dalam pesan singkatnya, Selasa (7/7).
Kurnia mengaku, tak heran dengan agenda RDP di Gedung KPK. Hal tersebut lantaran sejak KPK di bawah kepemimpinan Komjen Firli Bahuri nuansa kontroversi selalu melekat pada lembaga anti rasuah itu.
"Bahkan publik tidak lagi menaruh kepercayaan yang tinggi kepada KPK. Hal ini disebabkan kinerja dari Pimpinan KPK yang sampai saat sekarang belum memperlihatkan prestasi konkret dalam upaya pemberantasan korupsi," tegas Kurnia.
Dia menambahkan, setidaknya ada dua hal yang penting untuk disorot. Pertama, tidak ada urgensinya mengadakan RDP di gedung KPK.
"Kebijakan ini justru semakin memperlihatkan bahwa KPK sangat tunduk pada kekuasaan eksekutif dan juga legislatif," ucap Kurnia.
Kedua, RDP dilakukan secara tertutup mengindikasikan ada hal-hal yang ingin disembunyikan oleh DPR terhadap publik. Semestinya dengan menggunakan alur logika UU KPK, DPR memahami bahwa lembaga anti rasuah itu bertanggungjawab kepada publik.
"Jadi, setiap persoalan yang ada di KPK, publik mempunyai hak untuk mengetahui hal tersebut," kata dia.
Seharusnya, lanjut Kurnia, dengan Komisi III DPR RI menggelar RDP di gedung lembaga antirasuah secara terbuka. Dengan digelar secara terbuka, para wakil rakyat tersebut bisa menanyakan berbagai kejanggalan yang terjadi selama ini
"Seharusnya DPR mengagendakan pertemuan RDP itu di gedung DPR secara terbuka dengan mempertanyakan berbagai kejanggalan yang terjadi selama ini. Misalnya, tindak lanjut dugaan pelanggaran kode etik atas kontroversi helikopter mewah yang digunakan oleh Komjen Firli Bahuri beberapa waktu lalu," tegas Kurnia.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Herman Hery mengatakan, alasan digelar secara tertutup demi meminimalisir salah persepsi di tengah publik. Karena, kata Herman, dirinya memprediksi akan ada isu-isu sensitif yang dibahas dalam RDP tersebut.
"(Digelar) tertutup. Ada hal-hal yang mungkin sensitif dipertanyakan oleh anggota sehingga itu tidak menjadi sesuatu yang disalahartikan ke luar," ujar Herman.
Namun, Herman tak menjelaskan secara detil isu-isu sensitif yang dimaksud. "Isu terkini sudah dipegang oleh masing-masing anggota. Saya sebagai ketua, kami membebaskan setiap fraksi untuk mempertanyakan apa yang sudah mereka agendakan," ujar Herman.
Herman menambahkan RDP yang digelar secara tertutup bisa dilakukan sepanjang terdapat kesepakatan antara kedua belah pihak. Karena, tidak ada aturan mutlak terhadap hal tersebut.