Senin 06 Jul 2020 18:07 WIB

Sinyal Positif dari Rencana Merger Bank Syariah

Kebijakan merger tetap menuntut kebijakan memperbesar pangsa bank syariah.

Merger bank syariah BUMN yaitu BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri akan menggabungkan aset jadi sekitar Rp 207 triliun. Rencana merger diharap bisa mengembangkan ekonomi syariah lebih besar lagi di Tanah Air.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Merger bank syariah BUMN yaitu BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri akan menggabungkan aset jadi sekitar Rp 207 triliun. Rencana merger diharap bisa mengembangkan ekonomi syariah lebih besar lagi di Tanah Air.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lida Puspaningtyas, Muhammad Nursyamsi

Rencana Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menyatukan bank-bank syariah BUMN mendapat tanggapan positif dari tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Salah satu tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), yang juga pengurus Pesantren Al-Mizan Majalengka, KH Maman Imanulhaq, menilai bahwa rencana pemerintah untuk menggabungkan bank-bank syariah milik BUMN merupakan langkah tepat yang bisa memperkuat dan membesarkan perekonomian syariah Indonesia.

Baca Juga

"Saya setuju dengan rencana merger syariah dengan bersatunya bank syariah BUMN. Maka ini akan memberi dampak positif terhadap perkembangan ekonomi syariah menjadi semakin kuat dan besar lagi," katanya kepada media, Senin (6/7).

Ia menambahkan dengan bersatunya perbankan syariah akan menambah nilai aset yang cukup besar, dan akan melahirkan bank syariah terbesar di Indonesia. Bahkan bisa sejajar dengan bank-bank konvensional pada daftar top 10 bank terbesar di Indonesia dari sisi aset.

Dari sisi aset, merger bank syariah BUMN yaitu BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri akan menggabungkan aset jadi sekitar Rp 207 triliun. Saat ini industri perbankan syariah masih jauh tertinggal dibandingkan dengan perbankan konvensional dengan pangsa pasar 5-6 persen, padahal Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia.

Senada dengan hal tersebut, salah satu tokoh muda Muhammadiyah, Sunanto, menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah untuk melakukan konsolidasi perbankan syariah BUMN. Menurutnya, rencana merger bisa menjadikan bank syariah besar kebanggaan umat Muslim Indonesia.

Secara umum belum ada keluhan signifikan dari umat terkait kinerja bank-bank syariah tersebut. Namun, rencana merger tetap harus dilakukan secara matang dan seksama serta tidak perlu terburu-buru, mengingat tenggat waktunya dicanangkan oleh Kementerian BUMN, yakni Februari 2021.

"Saya melihat kinerja bank syariah masih bagus dan belum ada keluhan dari umat," katanya.

Sejumlah persiapan harus dilakukan. Seperti siapa target pasarnya karena ada tiga target pasar akan menjadi satu, jadi perlu dikaji apakah rencana ini bisa dilaksanakan tahun depan.

Merger bank-bank syariah memang akan menimbulkan sejumlah tantangan ke depan. Peneliti Ekonomi Syariah SEBI School of Islamic Economics, Azis Budi Setiawan menyampaikan keputusan Kementerian BUMN untuk melaksanakan merger PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah memiliki sejumlah catatan yang perlu diperhatikan.

"Tarik menarik diteknis biasanya jadi penghambat, harus terus dikawal karena khawatirnya juga maju mundur lagi," katanya.

Azis menjabarkan, merger akan berdampak pada efisiensi dan skala ekonomi, tetapi belum langsung meningkatkan pangsa pasar bank syariah. Pangsa pasar bank syariah masih akan bertahan di bawah tujuh persen dan hal ini akan berdampak pada ekosistem yang masih tidak menguntungkan untuk akselerasi industri perbankan, keuangan dan ekonomi syariah secara luas.

Kebijakan merger tetap menuntut kebijakan untuk memperbesar pangsa bank syariah. Kebijakan ini masih akan ditagih oleh publik. Potensi nilai total aset bank syariah hasil merger akan mencapai Rp 210,5 triliun. Skala ini akan mencapai pangsa 40 persen dari total seluruh aset bank syariah.

"Meski seolah sudah sangat besar perlu diingat bahwa posisi ini masih jauh di bawah aset lima bank nasional terbesar," katanya.

BRI memiliki aset Rp 1.287 triliun, Bank Mandiri Rp 1.131 triliun, Bank BCA Rp 916 triliun, Bank BNI Rp 788 triliun, dan Bank BTN Rp 306 triliun. Jadi, bank syariah hasil merger tetap perlu disuntik permodalan dan meningkatkan asetnya lebih besar agar mampu bersaing dengan bank umum papan atas tersebut.

Idealnya ke depan perlu ada bank syariah yang masuk rangking tiga besar agar bisa berkompetisi lebih ideal. Selain itu, status bank hasil merger juga perlu diperjelas. Penting agar status bank syariah tersebut bisa menjadi bank BUMN, bukan anak perusahaan.

Bank syariah masih hanya menjadi anak perusahaan bank BUMN konvensional jika tidak ditarik menjadi milik negara. Pemegang saham akan tetap perusahaan BUMN. Pemegang saham Mandiri Syariah adalah Bank Mandiri, BRI Syariah mayoritas pemegang sahamnya Bank BRI, dan BNI Syariah oleh Bank BNI.

"Status anak perusahaan akan menyulitkan pengambilan keputusan yang lebih mandiri dan kuat," katanya.

Selain itu, secara strategis status bukan bank BUMN akan menyulitkan untuk bisa mengakses langsung Penyertaan Modal Negara (PMN) dan fasilitas-fasilitas pendanaan seperti penempatan likuiditas dana pemerintah yang baru-baru ini Rp 30 triliun untuk bank BUMN.

Pengamat BUMN dari Pusat Studi BUMN Syamsul Anam mengaku menunggu realisasi rencana Menteri BUMN Erick Thohir menggabungkan bank syariah BUMN. Syamsul menilai rencana penggabungan bank syariah BUMN juga menjadi kabar segar bagi dunia perbankan syariah.

"Rencana penggabungan bank syariah BUMN ini patut dinanti. Pasalnya gagasan ini akan mendorong konsolidasi bank BUMN dari berbagai aspek," ujar Syamsul.

Syamsul yang juga Dosen Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, mengatakan, rencana penggabungan bank syariah BUMN akan memberikan tenaga dorong baru bagi perluasan layanan jasa keuangan syariah di tanah air. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, kata Syamsul, bank syariah BUMN syariah seharusnya mampu tumbuh di atas enam persen.

Syamsul meyakini penggabungan bank syariah BUMN juga akan memberikan manfaat bagi para bank syariah BUMN itu sendiri. "Penggabungan ini juga akan memberikan ruang yang lebih longgar bagi konsolidasi pada sisi ekuitas, aset dan nilai korporasi agar lebih lincah bergerak seiring makin sengitnya persaingan industri keuangan, baik regional, global, maupun lokal," kata Syamsul menambahkan.

Wacana merger bank-bank syariah anak usaha BUMN juga menjadi perhatian dari Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Direktur Eksekutif KNEKS, Ventje Rahardjo menyampaikan KNEKS ikut serta dalam memberikan kajian awal namun tidak pada tataran teknis.

"Manajemen eksekutif ikut memberikan kajian awal dan Ketua Harian KNEKS, Ma'ruf Amin memberikan dukungan dan arahan garis besarnya," katanya kepada Republika, Ahad (5/7).

Selanjutnya, kata Ventje, Kementerian BUMN yang juga sebagai salah satu anggota KNEKS, melaksanakan pembahasan teknisnya. Rancangan kerja masing-masing bank syariah dilakukan antara pengurus bank dengan pemegang sahamnya dan KNEKS tidak ikut.

Komite yang punya peran untuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah ini memandang merger dapat menguatkan industri perbankan syariah. Menurut Ventje, adanya bank syariah berskala besar diharapkan dapat mendorong pengembangan ekonomi syariah.

Seperti dengan mempercepat kelengkapan rantai nilai halal dalam pengembangan industri halal, termasuk pembiayaan UMKM pendukungnya. Serta mampu ikut pembiayaan proyek berskala besar dengan menggunakan skema syariah. "Selain itu lebih mampu bersaing dalam digitalisasi layanan melalui perekrutan talenta-talenta sesuai kebutuhan," kata dia.

Penguatan keuangan syariah menjadi salah satu agenda besar Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024 yang jadi buku panduan KNEKS. Salah satu caranya dengan melahirkan bank syariah beraset besar yang bisa masuk dalam top 10 bank di seluruh Indonesia.

Menteri Erick Thohir menargetkan merger bank syariah BUMN bisa terwujud Februari 2021. "Kita sedang coba kaji bank-bank syariah, jadi kita coba merger, Insya Allah Februari tahun depan jadi satu," kata Erick dalam keterangan pers, Jumat (3/7).

Bank Mandiri Syariah memiliki fokus di segmen kredit korporasi, sedangkan BRI Syariah memiliki fokus pada penyaluran kredit di segmen UMKM. Kemudian BNI Syariah fokus ke consumer banking, menyasar milenial, dan international funding karena BNI memiliki sejumlah cabang di luar negeri. Sepanjang kuartal I tahun 2020, kinerja tiga bank tersebut tercatat kokoh dalam menghadapi kondisi krisis pandemi Covid-19.

BRI Syariah mengalami peningkatan pembiayaan di segmen ritel yang tumbuh 49,74 persen menjadi Rp 20,5 triliun. Sedangkan BNI Syariah yang baru saja menjadi Bank Buku III pada kuartal pertama tahun ini berhasil mencatatkan kenaikan laba bersih 58,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 214 miliar. Mandiri Syariah membukukan laba bersih sebesar Rp 368 miliar pada kuartal I 2020, naik 51,53 persen dibanding periode yang sama tahun lalu (yoy).

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Keputusan Presiden (Keppres) terkait penggabungan dan penutupan perusahaan BUMN pada 19 Mei 2020. Nantinya, perusahaan-perusahaan plat merah tersebut akan mengalami konsolidasi, merger, rasionalisasi hingga penutupan agar kinerja BUMN secara menyeluruh bisa lebih efektif.

photo
Program pemulihan ekonomi nasional - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement