REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Forum Komunikasi Kepala Sekolah DKI Jakarta Suparno Sastro memantau pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini. Ia menyoroti, masalah timbul karena terbatasnya sekolah swasta unggulan di Ibu Kota ketika calon siswa tertolak dari SMA Negeri.
Suparno mengeklaim, tingginya minat calon siswa SMA hanya terjadi di sekolah berkategori unggulan. Kritik PPDB tahun ini masif ditujukan ke Pemprov DKI karena menggunakan usia sebagai salah satu syarat. Mereka yang terpental dari SMA negeri lantas mencari SMA swasta unggulan sebagai pengganti.
"Memang kondisi ini relatif hanya terjadi di beberapa sekolah (swasta) yang kategorinya unggulan. Swasta lain malah kekurangan jumlah siswa karena orang tua wali ingin cari pengganti yang unggulan karena enggak dapat SMA Negeri," kata Suparno pada Republika.co.id, Ahad (5/7).
Namun sekolah swasta unggulan biasanya tidak terjangkau seluruh orang tua murid. Contohnya, SMA Labschool Jakarta mematok harga Rp 30 juta untuk pendaftaran saja.
Orang tua murid yang tak berkocek tebal harus putar otak agar anaknya dapat melanjutkan pendidikan di sekolah unggulan.
"Ketika tak tertampung, relatif ada protes di situ. Sebenarnya kalau memang daya tampung muat, toh ada swasta lainnya, tapi pilihan terbatas di swasta unggulan, pilihannya enggak banyak," ujar Kepala SMA Labschool Jakarta itu.
Suparno berharap, Disdik DKI Jakarta tak lagi-lagi menciptakan masalah ketika PPDB. Dampaknya sangat dirasakan calon murid dan orang tua murid.
"Yang paling fatal itu di sosialisasi PPDB, kalau dilakukan jauh hari pakai umur bilang lah. Itu orang jadi enggak panik," sebut Suparno.