REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Karantina Pertanian Lampung memperketat pengawasan lalu lintas hewan ternak babi. Hal itu dilakukan mengingat ternak babi mempunyai potensi risiko membawa penyakit.
"Kami akan memperketat pengawasan di pintu masuk lalu lintas hewan ternak babi, terutama di Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, Lampung Selatan," kata Kepala Karantina Pertanian Lampung Muh Jumadh, di Bandarlampung, Sabtu.
Jumadh menyebutkan, Karantina Pertanian Lampung sebagai salah satu tempat pengeluaran dan pemasukan lalu lintas ternak babi dan produknya memiliki risiko terhadap penyebaran penyakit African Swine Fever (ASF). Karena itu, pihaknya memperketat pengawasan dengan bersinergi dengan Bvet Lampung dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung terkait mitigasi risiko dengan melakukan pengujian laboratorium ASF.
"Selain itu, ternak babi dan produknya juga harus dilengkapi surat keterangan kesehatan hewan dan sertifikat kesehatan dari Karantina Pertanian Lampung sebelum dikirim ke luar Sumatra," ujarnya.
Pihaknya akan melakukan pengetatan pengawasan kepada pengguna jasa yang membawa hewan ternak dengan melapor ke karantina dengan melengkapi dokumen tersebut. Di Pelabuhan Bakauheni akan dilakukan cek suhu dan monitoring sampel untuk ASF.
Waspada pandemi
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian meningkatkan pengawasan di pintu masuk lalu lintas hewan dan produk yang mempunyai potensi risiko membawa penyakit. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita menjelaskan, para petugas karantina meningkatkan pengawasannya sebagai bentuk waspada dan antisipasi terhadap temuan virus baru flu babi (swine flu) G4 EA H1N1 yang dipublikasi oleh ilmuwan China belum lama ini.
"Pengawasan sistematis terhadap virus influenza pada babi adalah kunci sebagai peringatan kemungkinan munculnya pandemi influenza berikutnya. Kita akan siapkan rencana kontingensinya juga," kata Ketut di Jakarta, Kamis (2/7).
Sebelumnya diberitakan bahwa ada temuan galur baru virus influenza H1N1 pada babi di China yang dianggap para ahli mempunyai potensi menulari manusia dan menimbulkan pandemi di masa yang akan datang. Ketut menjelaskan bahwa pihaknya juga akan terus memperkuat kapasitas deteksi laboratorium kesehatan hewan di Indonesia, serta meminta jejaring laboratorium tersebut untuk melakukan surveilans untuk deteksi dini penyakit dimaksud.
Menurut dia, temuan virus flu babi ini juga sempat membuat masyarakat bingung, karena menganggap flu babi sama dengan demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF). Ketut menegaskan bahwa flu babi dan demam babi Afrika adalah dua penyakit yang berbeda.
"Kasus penyakit pada babi yang ada di Indonesia pada saat ini adalah ASF dan bukan flu babi," kata dia.
Ketut memaparkan penyakit flu babi yang dilaporkan oleh ilmuwan China adalah penyakit yang disebabkan oleh virus infulenza H1N1 galur baru dan berpotensi menular dari hewan ke manusia (zoonosis). Sementara itu, kasus penyakit pada babi yang ada di Indonesia adalah penyakit ASF yang disebabkan oleh virus ASF yang tidak dapat menular ke manusia.
Sejak akhir tahun 2019, kasus ASF dilaporkan di Indonesia tepatnya di Sumatra Utara. Kementan pun terus memantau perkembangan kasusnya dan berdasarkan data yang ada, tidak pernah ada laporan kejadian ASF pada manusia di seluruh negara tertular.