REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi tindakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Firli Bahuri yang merayakan HUT Ke-74 Bhayangkara di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (1/7).
"Tindakan merayakan Hari Bhayangkara di Gedung KPK itu merupakan konsekuensi logis dari sikap Komjen Firli Bahuri yang menolak mundur sebagai anggota kepolisian," ucap peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, tindakan Firli tersebut berpotensi adanya loyalitas ganda karena pada waktu yang sama, Firli juga menjadi bawahan dari kapolri dan mengabdi untuk institusi kepolisian. "Kedua, rawan terjadi konflik kepentingan. Misalnya, bagaimana publik akan yakin bahwa yang bersangkutan akan objektif ketika menangani perkara korupsi yang menyentuh oknum di kepolisian?" kata Kurnia.
Selain itu, kata Kurnia, Firli juga tidak memahami bahwa Gedung KPK itu untuk menjalani aktivitas yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi, bukan justru untuk merayakan hari lahir institusi tertentu.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri membenarkan Firli dan pejabat struktural KPK yang berasal dari institusi Polri mengikuti upacara peringatan Hari Bhayangkara tersebut. "Benar, dalam rangka peringatan Hari Bhayangkara Tahun 2020, Ketua KPK dan pejabat struktural yang berasal dari institusi Polri mengikuti upacara secara virtual dari Gedung KPK," kata Ali.
Sementara Komjen Firli dalam memperingati Hari Bhayangkara mengatakan, peran serta dan sinergitas dari Polri sangat dibutuhkan KPK dalam pemberantasan korupsi. Dia menyebut, KPK tidak dapat berdiri sendiri dalam menjalankan fungsi, tugas, dan kewajibnya sebagai garda depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Ibarat pepatah menegakkan benang basah, berbicara perihal penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi, KPK tentunya tak dapat berdiri sendiri namun perlu bersinergi dengan aparat penegak hukum yang lainnya," tutur Firli.