Kamis 02 Jul 2020 02:39 WIB

DPR Diminta Tetap Prioritaskan RUU PKS

ICJR meminta DPR tetap memprioritaskan pembahasan RUU PKS.

Sejumlah aktivis saat melakukan aksi Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekearasan Seksual (RUU PKS) (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah aktivis saat melakukan aksi Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekearasan Seksual (RUU PKS) (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta DPR RI tetap memprioritaskan pembahasan Rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (PKS). Sebab, korban kekerasan seksual masih sulit memperoleh perlindungan dalam berbagai aspek.

"Berbagai kasus kekerasan seksual terus saja terjadi tanpa adanya intervensi yang berarti dari negara sebagai pihak yang memiliki kewajiban untuk memenuhi hak korban atas perlindungan dan juga pemulihan," ujar Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Genoveva Alicia dalam keterangannya, Rabu (2/7).

Baca Juga

Genoveva menyayangkan RUU PKS yang sudah dibahas sejak periode DPR RI 2016-2019 dan mestinya dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2020 untuk segera dibahas bersama dengan pemerintah justru diusulkan DPR untuk ditarik. Pembahasan RUU PKS pada periode lalu disebutnya terus diwarnai perdebatan yang masih jauh membahas substansi sehingga sulitnya pembahasan RUU PKS secara materi tidak seharusnya menjadi penghalang pembahasan RUU PKS.

DPR dan pemerintah, ujar Genoveva, mesti mengerti melindungi korban kekerasan seksual adalah hal yang kompleks sehingga negara harus hadir dalam perumusan kebijakan dan implementasi. Hingga kini akses pendampingan untuk korban kekerasan seksual disebutnya masih minim. Berdasarkan data BPS pada 2018, tercatat jumlah kasus perkosaan adalah 1.288, pencabulan tercatat 3.970 dan kasus kekerasan seksual ada 5.247.

Namun, berdasarkan Laporan Tahunan LPSK 2019, korban kekerasan seksual yang terlindungi hanya 507 orang. Sementara Komnas Perempuan menyatakan sepanjang 2019, dari 3.062 kasus kekerasan seksual yang terjadi di ranah publik dan komunitas, 58 persen diantaranya adalah merupakan kasus kekerasan seksual.

"ICJR menganggap RUU PKS sangat penting untuk segera dibahas dan tetap sebagai RUU prioritas 2020. Penanganan korban kekerasan seksual jelas kompleks dan sulit, maka dari itu memerlukan peran negara, jika negara menyerah karena kesulitan itu, maka korban akan menjadi korban untuk kesekian kalinya," kata Genoveva.

Ada pun pada Selasa (30/6), Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menyampaikan dalam rapat Badan Legislatif DPR bahwa Komisi VIII mengusulkan RUU PKS untuk ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020. Marwan Dasopang beralasan pembahasan RUU PKS terlalu sulit untuk dilakukan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement