Senin 29 Jun 2020 17:00 WIB

Presiden Prioritaskan 57 Daerah Zona Merah

Jawa Timur masih menjadi daerah dengan zona merah terbanyak.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Teguh Firmansyah
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo.
Foto: ANTARA/PUSPA PERWITASARI
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk memprioritaskan 57 daerah yang masih berstatus zona merah atau berisiko tinggi. Bahkan TNI-Polri, tokoh masyarakat, dan tokoh agama juga diminta turun langsung untuk memitigasi penularan Covid-19 di 57 daerah tersebut.

Prioritas yang dimaksud presiden antara lain dengan menambah jumlah personel TNI-Polri untuk membantu pengawasan penerapan protokol kesehatan. Selain itu, presiden juga menginstruksikan penambahan tenaga kesehatan untuk ditugaskan di daerah zona merah. Mahasiswa pun diminta turun tangan untuk ikut mengampanyekan protokol kesehatan kepada masyarakat.

Baca Juga

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengungkapkan, jumlah daerah di Indonesia yang berstatus zona merah saat ini sudah jauh lebih sedikit dibanding Mei lalu, sebanyak 108 daerah. Saat ini, zona merah masih didominasi oleh kabupaten/kota di Pulau Jawa, yakni 22 daerah. Jawa Timur menjadi provinsi dengan zona merah terbanyak, yakni 13 kabupaten/kota. Ketiga belas daerah di Jawa Timur yang masuk dalam zona merah di antaranya adalah Jombang, Pamekasan, Gresik, Kota Malang, Kabupaten Pasuruan, Kota Batu, Kediri, Tuban, Lamongan, Kabupaten Mojokerto, Kota Surabaya, Sidoarjo, dan Kota Pasuruan.

Sementara itu Jawa Tengah mencatatkan empat zona merah, yakni Kota Semarang, Kota Magelang, Demak, dan Kabupaten Semarang. Di ibu kota, wilayah yang masuk zona merah adalah Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara.

Doni pun meminta kepala daerah dan tokoh masyarakat untuk lebih inovatif dalam membangun pemahaman masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. Salah satunya dengan menerjemahkan istilah-istilah dalam protokol kesehatan ke dalam pengertian yang mudah dimengerti masyarakat setempat.

"Diterjemahkan menjadi bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat termasuk penggunaan bahasa daerah. Seperti halnya droplet, sosial distancing, physical distancing, new normal. Ini diharapkan bisa diterjemahkan oleh segenap pimpinan yang ada di daerah agar yang penting adalah masyarakat bisa paham," jelas Doni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement