Senin 29 Jun 2020 13:18 WIB

Penjelasan Kemenkes Terkait Pencairan Tunjangan Tenaga Medis

Pemerintah menganggarkan dana insentif bagi tenaga medis sebesar Rp 5,6 triliun.

Tenaga medis mengambil sampel darah pedagang saat Rapid Diagnostic Test (RDT) Covid-19 di Pasar Bantul, Yogyakarta, Rabu (24/6). Dinas Kesehatan Bantul  menyebut total ada karyawan dan pedagang sebanyak 700 orang pedagang Pasar Bantul yang akan menjalani rapid test pada Rabu (24/6) dan Kamis (25/6). Pasar Bantul diprioritaskan untuk digelar rapid test, karena memiliki potensi penularan Covid-19 karena banyak didatangi pedagang dari luar daerah.
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Tenaga medis mengambil sampel darah pedagang saat Rapid Diagnostic Test (RDT) Covid-19 di Pasar Bantul, Yogyakarta, Rabu (24/6). Dinas Kesehatan Bantul menyebut total ada karyawan dan pedagang sebanyak 700 orang pedagang Pasar Bantul yang akan menjalani rapid test pada Rabu (24/6) dan Kamis (25/6). Pasar Bantul diprioritaskan untuk digelar rapid test, karena memiliki potensi penularan Covid-19 karena banyak didatangi pedagang dari luar daerah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Abdul Kadir, mengklarifikasi soal keterlambatan pencairan dana insentif bagi tenaga medis atau kesehatan. Abdul Kadir menjelaskan, pemerintah menganggarkan dana insentif bagi tenaga medis sebesar Rp 5,6 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 3,7 triliun dikelola oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai dana transfer daerah dalam bentuk dana tambahan bantuan operasional kesehatan (BOK). Sisanya, Rp 1,9 triliun dikelola oleh Kemenkes yang di dalamnya termasuk dana santunan kematian tenaga kesehatan sebanyak Rp 60 miliar.

Menurut dia, keterlambatan pencairan dana disebabkan telatnya usulan pembayaran tunjangan tenaga kesehatan dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah. Hal itu terjadi karena usulan tersebut harus diverifikasi di internal fasilitas pelayanan kesehatan, kemudian dikirim ke Kemenkes. 

"Alurnya panjang sehingga membutuhkan waktu untuk proses transfer ke daerah. Keterlambatan pembayaran juga disebabkan antara lain karena lambatnya persetujuan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) oleh Kementerian Keuangan," kata Abdul Kadir, di Jakarta, Senin (29/6).

Oleh karena itu, untuk memudahkan proses pembayaran, menurut dia, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah merevisi Permenkes Nomor 278 Tahun 2020. Dengan demikian, verifikasi data dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah yang sebelumnya menjadi wewenang Kemenkes dilimpahkan ke dinas kesehatan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

"Kementerian Kesehatan hanya akan melakukan verifikasi untuk usulan pembayaran insentif tenaga kesehatan dari RS (rumah sakit) vertikal, RS TNI dan Polri, RS darurat, dan RS swasta. Kemenkes juga akan memverifikasi usulan dari KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan), laboratorium, dan BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan)," kata dia.

Abdul Kadir menambahkan, dari dana Rp 1,9 triliun yang dikelola Kemenkes, sampai saat ini telah dibayarkan sebesar Rp 226 miliar bagi 25.311 orang tenaga medis. "Ini dari target 78.472 orang tenaga kesehatan. Artinya, sudah hampir 30 persen dari target," ujarnya.

Kemudian, adapun dana santunan kematian telah dibayarkan sebesar Rp 14,1 miliar kepada 47 orang penerima. Sebelumnya, di hadapan para menteri Kabinet Indonesia Maju, Kamis (18/6) lalu, Presiden Joko Widodo menyinggung tentang rendahnya serapan anggaran di Kemenkes. Presiden juga minta agar tunjangan bagi tenaga kesehatan segera dicairkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement