REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsuddin Haris mengatakan, pengumpulan bukti serta klarifikasi terkait dengan dugaan bergaya hidup mewah yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri tak bisa berpegang pada keterangan satu orang. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) kembali mengadukan Firli terkait dengan penggunaan helikopter mewah saat perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan, Sabtu (20/6) pekan lalu.
"Pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran kode etik, tentu tidak cukup didasarkan keterangan satu orang," kata Haris saat dikonfirmasi, Ahad (28/6).
Saat ini, kata Haris, Dewas masih akan terus kumpulkan bukti. Dewas KPK juga masih meminta keterangan saksi-saksi dan pihak-pihak yang mengetahui, mendengar dan melihat atau memiliki info terkait isu tersebut.
Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatarongan mengatakan, pihaknya juga sudah menugaskan tim untuk melakukan identifikasi fakta-fakta terkait laporan terhadap Firli tersebut sejak pengaduan diterima. Lebih lanjut, dia menjamin, akan melakukan tugas pengawasan terhadap lembaga antirasuah dengan sebaik-baiknya.
"Kami akan lakukan tugas pengawasan ini sebaik-baiknya. Terima kasih atas perhatian dari masyarakat untuk terus menjaga KPK agar senantiasa bergerak di relnya," ujarnya.
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) kembali mengadukan Firli terkait dengan penggunaan helikopter mewah saat perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan, Sabtu (20/6)
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan aduan kali ini adalah yang kedua kalinya. Dalam aduan pertama, diduga Firli melanggar protokol Covid-19 karena tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak ketika bertemu puluhan anak-anak di Baturaja, Sumsel. Boyamin pun menjelaskan inti surat yang dikirim ke Dewas KPK tersebut.
"Pertama, bahwa pada hari Sabtu, 20 Juni 2020, Ketua KPK Firli Bahuri melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja untuk kepentingan pribadi keluarga, antara lain ziarah kubur makam orang tuanya," katanya.
Kedua, perjalanan dari Palembang menuju Baturaja tersebut menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO. Atas kegiatan tersebut, kata Boyamin, diduga Firli telah melanggar kode etik.
"Pertama, Firli patut diduga menggunakan helikopter adalah bergaya hidup mewah karena mestinya perjalanan Palembang ke Baturaja hanya butuh 4 jam perjalanan darat dengan mobil," tuturnya.
Hal tersebut, kata dia, bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah. "Kedua, bahwa helikopter yang digunakan adalah jenis mewah (helimousine) karena pernah digunakan Tung Desem Waringin (motivator dan pakar marketing) yang disebut sebagai Helimousine President Air," ungkap Boyamin.
Ketiga, Firli juga terlihat tidak memakai masker ketika sudah duduk di dalam helikopter karena dapat membahayakan penularan kepada atau dari penumpang lain, termasuk kru dalam helikopter tersebut.
"Hal ini bertentangan dengan statement Firli yang hanya mencopot masker sejenak ketika ketemu anak-anak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal ini bisa diartikan Firli tidak memakai masker mulai ketemu anak-anak hingga naik helikopter," ujar Boyamin.
Menanggapi aduan, Firli Bahuri tak mau terlalu menanggapi. Ia menyebut dirinya hanya akan fokus bekerja. "Saya hanya kerja, dan kerja," ujar Firli saat dikonfirmasi, Jumat (26/6).
Saat ditanya lebih rinci ihwal aduan hidup mewahnya, Firli justru menyebut dirinya juga pernah diadukan saat bertemu dengan Menkopolhukam Mahfud MD. Namun Firli tidak menjelaskan secara detil pernyataannya tersebut
"Hadir di rapat (bersama) Menkopolhukam juga saya diadukan," kata Firli.
"Saya tidak tahu persis. Saya hanya perlu sampaikan bahwa betul ketemu Menkopolhukam, hanya itu. Kami kerja saja. Masa waktu kami habis karena merespon kritikan dan aduan," tambah Firli.