REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran menteri ekonomi untuk mempercepat implementasi stimulus ekonomi bagi pelaku usaha yang terdampak Covid-19. Presiden menilai, stimulus ini sedang dinanti-nanti oleh para pelaku usaha, khususnya UMKM.
"Segera stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha kecil, usaha mikro. Mereka nunggu semuanya. Jangan biarkan mereka mati dulu baru kita bantu. Ga ada artinya," ujar Presiden dalam video yang diunggah Sekretariat Presiden, Ahad (28/6).
Pernyataan ini sebenarnya disampaikan Presiden Jokowi dalam pembukaan sidang kabinet paripurna, Kamis (18/6) lalu. Hanya saat itu sidang berlangsung tertutup dan tidak bisa dilipun oleh media. Baru pada Ahad (28/6), video sambutan presiden diunggah oleh pihak istana.
Dalam sambutan sidang kabinet tersebut, presiden tampak kesal dengan jajaran menterinya yang belum bisa meningkatkan ritme kerja. Padahal menurutnya, di tengah pandemi Covid-19 ini diperlukan langkah yang lebih lebar dan ritme kerja yang meningkat.
Jokowi pun mewanti-wanti jangan sampai implementasi kebijakan pemerintah terlihat melempem dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Stimulus, ujarnya, ini harus segera diimplementasikan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
"Usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha gede, perbankan, semuanya yang berkaitan dengan ekonomi manufaktur, industri terutama yang pada karya, beri prioritas pada mereka supaya engga ada PHK. Jangan sudah PHK gedhe-gedhean. duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan," katanya,
Terkait realisasi stimulus ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat mengakui realisasi program stimulus untuk menangani dampak Covid-19 masih rendah. Pemberian insentif kepada UMKM, misalnya, baru terealisasi 0,06 persen dari target anggaran Rp 123,46 triliun. Penyebabnya, pemerintah masih harus menyelesaikan regulasi, data, ataupun infrastruktur TI.
Sementara, pembiayaan korporasi yang sudah ditetapkan sebesar Rp 53,57 triliun sama sekali belum terealisasi. Seperti diketahui, pemerintah menetapkan anggaran penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp 695,2 triliun. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan besaran yang ditetapkan pada awal Juni sebesar Rp 677,2 triliun.
Merespons berbagai kendala ini, presiden mengaku siap menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) baru bila memang dibutuhkan. Perppu yang dimaksud presiden bertujuan untuk mempercepat penanganan Covid-19 dan mengantisipasi dampak ekonomi dan sosial yang terjadi. Menurutnya, dalam kondisi saat ini perlu kebijakan 'extraordinary' atau di luar kebiasaan.