Ahad 28 Jun 2020 06:23 WIB

Perang Korea, Budaya di Unas, dan Universitas Siber Asia

Mengapa Korea tertarik menggandeng Unas untuk mengembangkan budaya serta melatih TKI?

Duta Besar Korsel untuk Indonesia, Kim Chang-Beom menghadiri wisuda Unas di Jakarta periode lalu.
Foto: Dok Unas
Unas menjalin kerja sama dengan beberapa kampus Korsel.

Pertukaran duta budaya

Saat ini Unas menjadi pusat kajian bagi para pelajar dan masyarakat  di Indonesia yang ingin mempelajari budaya dan bahasa Korea. Masyarakat Indonesia lebih memahami K-Pop dan K-Drama dalam versi bahasa Inggris dibandingkan dengan versi bahasa Korea.

Atas dasar itulah KSI di Jakarta gencar memromosikan tentang bagaimana menguasai bahasa dan kebudayaan Korea. Korea menduduki peringkat ke-4 terbesar di dunia dalam kategori dengan saham terbesar, setelah Singapura, Cina, dan Malaysia. Korea terus mengembangkan bisnisnya terutama di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang besar.

Direktur Kerja Sama Internasional Universitas Katolik Daegu, Doo Jin Song mengungkapkan, langkah kerja sama dengan Unas, di antaranya membuka kelas bahasa Korea. Durasinya 4 jam per pekan diselingi acara-acara budaya Korea. Untuk memperdalam budaya, masakan, bahasa, dan musik bahkan drama Korea. Masyarakat Indonesia juga berkesempatan bergabung dengan perusahaan-perusahaan Korea di Jakarta.

Setelah adanya delegasi KSI untuk belajar bahasa Korea di Unas, maka semakin banyak mahasiswa Korea yang ingin mengikuti kelas bahasa Indonesia di Korea. Tujuannya dapat berkunjung ke Indonesia walaupun untuk sekedar berwisata.

Abanas Unas beberapa kali melangsungkan pertukaran budaya. Antara lain dengan Chung Ang University (CAU), Korea. Kegiatan ini merupakan program tahunan Unas yang sudah dilaksanakan untuk ke-8 kalinya. Menghadirkan 32 sukarelawan mahasiswa CAU.

“Pertukaran budaya untuk memperkenalkan mahasiswa bahasa Korea dengan ahlinya. Sehingga mereka bisa berinteraksi langsung dan belajar budaya maupun bahasa, baik yang modern maupun tradisional,” ujar Kepala Program Studi Bahasa Korea, Fitri Meutia, SS, MA.

CAU Student Affairs Manager, Koo Bon Wan mengatakan program ini merupakan program yang bagus karena tidak hanya pertukaran budaya Unas-CAU saja. Melainkan juga pertukaran proses pendidikan di antara kedua kampus.

Lapangan kerja

Duta Besar Korsel untuk Indonesia, Kim Chang-Beom mengatakan, Unas merupakan salah satu institusi pendidikan yang menjadi bagian penting dalam kerja sama antara Indonesia-Korea. Hal ini karena Unas merupakan perguruan tinggi yang pertama kalinya membuka program studi bahasa Korea di Indonesia.

“Unas telah menjadi teman kerja sama yang baik dengan beberapa universitas-universitas di Korea Selatan dalam menjalani kerjasama pendidikan,” ujar Kim Chang-Beom dalam orasinya saat sidang senat terbuka wisudawan dan wisudawati Unas di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Kim, adanya kerja sama antara Unas dengan beberapa institusi pendidikan di Korea membuktikan Unas semakin siap dalam menyongsong era Revolusi Industri 4.0. Unas akan menjadi pusat transformasi dan juga memimpin beberapa institusi lainnya di Indonesia untuk menghadapi era tersebut.

Ia menyebut, peluang kerja di Korea Selatan sangat prospektif. Ada 2.200 perusahaan Korea di Indonesia. Investasinya lebih dari 4 miliar dolar Amerika. Ada sekitar 20 perusahaan banking dan finansial yang beroperasi di Indonesia. Setiap tahunnya ada pertukaran 600 ribu orang Indonesia dan Korea. “Ini adalah kesempatan besar khususnya lulusan Unas sebagai agen perubahan,” ungkapnya.

Unas bersama Cyber Edu Inkor menggelar Seminar bertajuk 'Working Opportunity in Korea'. Menghadirkan berbagai narasumber dari Kementerian Luar Negeri, BNP2TKI dan Kementerian Tenaga Kerja. Membahas tentang peluang kerja di Korea Selatan. Unas mengundang 40 perusahaan Korea di Indonesia serta pimpinan sekolah menengah kejuruan (SMK) di Indonesia.

Kerja sama Unas dengan Cyber Hankuk University of Foreign Studies membuahkan studio pengajaran berteknologi canggih. Sekitar 85 persen peralatannya didatangkan dari Korea. Dengan studio ini, pengajaran bahasa Korea dapat direkam dan dinikmati masyarakat  Indonesia tanpa kendala waktu dan jarak. Unas dan Cyber Edu Inkor menerapkan pengajaran berbasis online.

Universitas siber Asia

Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (YMIK) sebagai pemilik Unas telah menerima izin prinsip pendirian Universitas Siber Asia (Unsia) atau Asia Cyber University dari Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Prof Mohamad Nasir, Ph.D, Ak, dalam acara Hari Kebangkitan Teknologi Nasional  di Sanur, Bali, Agustus 2019 lalu.

Kini Unsia sedang menunggu izin operasional dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Diharapkan tahun akademik ini sudah bisa menerima mahasiswa baru untuk lima program studi. Yaitu: penyiaran dan komunikasi digital, manajemen kontemporer dan e-commerce, akuntansi dan perpajakan, sistem informasi dan informatika, serta teknologi informasi. 

Unsia, adik dari Unas ini, merupakan universitas swasta berbasis full online learning pertama di Indonesia yang mendapatkan lisensi dari pemerintah. "Kami mewujudkan misi memberikan akses pendidikan tinggi yang merata dan terjangkau kepada generasi bangsa," ungkap Ketua Pengurus YMIK, Dr Ramlan Siregar, M.Si.

Sebagai Rektor Unsia Prof Dr Jan Youn Cho, MPA., CPA. Profesor Cho selama 10 tahun di Amerika Serikat, merupakan mantan Vice President of Hankuk University for Foreign Studies. Sekaligus Operating Rector dari Cyber Hankuk University for Foreign Studies di Korsel. 

“Beliau juga pernah menjabat sebagai Dekan di College of Business dan Dekan Sekolah Pascasarjana di Hankuk University for Foreign Studies, Korea Selatan. Kami berharap dengan pengalaman dan kompetensinya, Prof. Cho dapat membawa Universitas Siber Asia menjadi universitas kelas dunia," kata Rektor Unas, El Amry Bermawi Putera.

:Korea Selatan memiliki 21 universitas siber. Dengan pengalaman memimpin salah satu universitas siber di sana, saya akan membawa Universitas Siber Asia sejajar dengan universitas terkemuka di luar negeri," ujar Cho.

Pendirian Unsia mengukir sejarah baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sekaligus menegaskan komitmen YMIK sebagai pionir perubahan dalam bidang pendidikan. Universitas Siber Asia akan menjalankan tiga strategi utama, yaitu meningkatkan kuantitas, memberikan fitur-fitur pengajaran yang sesuai dengan masa depan era Revolusi Industri 4.0 dan menghadirkan pengajaran dengan kualitas dunia (world class learning).

Saat ini, kata Ramlan Siregar, angka partisipasi kasar (APK) di Indonesia baru mencapai 34 persen. Artinya, jumlah penduduk usia 19-23 tahun yang berkesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, hanya 34 persen. Sementara, lanjutnya, APK negara tetangga seperti Malaysia mencapai 51 persen, Singapura telah mencapai 82 persen, dan Korsel telah hampir mencapai 96 persen.

Universitas berbasis pengajaran online ini merupakan jawaban untuk mengatasi bonus demografi di tahun 2030-2040. Jumlah penduduk usia produktif berkisar 15-64 tahun,  lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia tidak produktif. Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa.

Menurut Ramlan, pendidikan berbasis full online learning dan full learning management system selaras dengan kebijakan pemerintah dan menjawab tantangan era Revolusi Industri 4.0. Memberikan efisiensi dalam layanan pendidikan tinggi dalam skala tidak terbatas bagi penduduk Indonesia. Tidak saja di perkotaan namun juga daerah terpencil yang memiliki akses internet.

“Dengan biaya pendidikan yang terjangkau, dapat membantu para pekerja dengan penghasilan rendah untuk tetap dapat mengakses pendidikan tinggi,” ujarnya.

Nantinya, sistem pembelajaran Universitas Siber Asia memanfaatkan jaringan internet secara terbuka dan masif melalui program massive open online course. Menghadirkan fitur-fitur pembelajaran berorientasi masa depan untuk mempersiapkan lulusannya menghadapi era Revolusi Industri 4.0.

Universitas Siber Asia juga akan menjaga kualitas dengan membawa pengajar terbaik dari berbagai negara seperti Amerika, Korea dan juga Indonesia. Didukung insfrastruktur dan teknologi dari Korea, serta pengajar yang kompeten di bidangnya.

Menristek Dikti periode 2014-2019, Prof Dr M Nasir menuturkan, kehadiran Unsia untuk mempercepat daya saing pendidikan ke depan. Ia meminta dunia pendidikan melakukan kolaborasi termasuk dengan lembaga internasional unutk meningkatkan kualitas pendidikan. “Di era ini kita harus berkolaborasi, namun tidak meninggalkan nasionalisme dan empat pilar kebangsaan,” pungkas Nasir

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement