Jumat 26 Jun 2020 20:57 WIB

Muhammadiyah Minta Demokrat Konsisten Cabut RUU HIP

DPR diminta mencabut RUU HIP agar masyarakat tak curiga bakal penundaan pembahasan.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti memberikan keterangan terkait Rancanan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila di Jakarta, Senin (15/6).
Foto: Republika/Prayogi
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti memberikan keterangan terkait Rancanan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila di Jakarta, Senin (15/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Koordinator Tim Pengawal Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti meminta Partai Demokrat konsisten (istiqomah) mencabut RUU HIP di DPR. Pencabutan RUU HIP dinilai demi terciptanya solidaritas bangsa serta umat beragama di Indonesia.

                               

"Kami mohon Partai Demokrat untuk tetap istiqomah memperjuangkan aspirasi ini, kemudian segera melakukan pembahasan di DPR mencabut RUU HIP," ujar Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu dalam seminar daring lewat Zoom Meeting, Jumat (26/6).

                               

Mu'ti mengatakan DPR perlu memulihkan kepercayaan masyarakat. Yakni, dengan menghentikan pembahasan atau pencabutan RUU HIP tanpa menunggu datangnya Surat Presiden (Surpres). Sebab, jika merujuk Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3), terdapat tenggat waktu 60 hari sebelum DPR secara otomatis tidak dapat melanjutkan pembahasan RUU HIP.

Menurut Mu'ti, tenggat waktu itu lama. "60 hari waktu yang lama, 60 hari bukan waktu yang singkat sementara, gelombang protes terus mengalir di masyarakat," kata dia.

                               

Karena itu, DPR harus lebih dulu mengambil sikap mencabut RUU HIP. Agar masyarakat tidak curiga, bahwa ada pihak-pihak yang ingin sekadar menunda pembahasan RUU kontroversial tersebut sebelum dilanjutkan kembali pembahasannya di waktu berbeda.

                               

Selain itu, Pemerintah dan DPR selanjutnya tak perlu mengajukan RUU serupa RUU HIP agar masyarakat tidak kembali gaduh dan berunjuk rasa beramai-ramai di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini. Ia mengusulkan, sebaiknya energi DPR dapat difokuskan pada pengawasan anggaran penanganan Covid-19 agar digunakan sebaik-baiknya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan amanah Undang-Undang Dasar 1945.

Fraksi Partai Demokrat memang menarik diri dari panitia kerja R$UU HIP. Anggota panitia kerja (panja) RUU HIP dari Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron menjelaskan alasan Demokrat menarik diri dari panja.

                               

Ia menyebut situasi pembahasan RUU HIP saat itu begitu cepat, dan argumentasi Partai Demokrat tidak pernah menjadi perhatian khusus. "Partai Demokrat menarik diri atas situasi yang begitu cepat. Argumentasi kita tidak pernah kemudian menjadi perhatian khusus. Bukan hanya Demokrat, banyak fraksi yang juga melakukan bagaimana mengkritisi konteks RUU ini," ujarnya.

                               

Karena Partai Demokrat tak pernah diberi kesempatan menyampaikan pendapat, kata Herman, maka Partai pun menarik diri baik dalam Rapat Panja hingga saat Rapat Paripurna ke-15 Masa Persidangan III yang mengesahkan RUU HIP menjadi usulan inisiatif DPR pada Selasa (12/5/2020).

                               

RUU HIP pada waktu itu diketuk palu bersama dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 dan Revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020.

                               

Herman juga mengatakan bahwa Partai Demokrat sempat ikut dalam dua dari tujuh pembahasan RUU HIP, sebelum menarik diri dari pembahasan RUU kontroversial tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement