REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Alat pendeteksi Covid-19 hasil inovasi Unpad dan ITB, Deteksi CePAD, sedang diuji terhadap sampel-sampel pasien positif Covid-19. Namun, menurut Sekretaris Pusat Riset Bioteknologi Molekular dan Bioinformatika Unpad, Muhammad Yusuf, akibat keterbatasan jumlah pasien Covid-19 di Jabar, alat rapid test ITB ini akan diuji juga terhadap sejumlah sampel di Jawa Timur.
Menurut Yusuf, selama sepekan ini pengujian alat rapid test tersebut bekerja sama dengan Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Barat (Labkesda Jabar) yang selama ini menguji sampel-sampel swab test Covid-19.
"Tinggal kita sedang mencari sampel positifnya ini mudah-mudahan bisa dibantu juga. Kendalanya ini mencari sample positif di Jabar sulit," ujar Yusuf di Gedung Sate, Kamis (25/6).
Namun, kata Yusuf, dari hasil uji yang dilakukan, ada sekitar 30 sampel diujicobakan itu, hasilnya setara. "Jadi melalui PCR (swab test) negatif, ini juga negatif. Artinya alat in tidak terganggu alat swab dan lainnya juga," katanya.
Untuk produksi Deteksi CePAD batch pertama ini, kata dia, pihaknya masih menunggu hasil validasi tersebut. Selama ini, Deteksi CePAD hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk samlai menunjukkan hasil pengujian sampel, apakah orang yang dites tersebut positif atau negatif Covid-19.
Saat pengujian sementara ini, deteksi CePAD hanya bereaksi terhadap sampel virus penyebab Covid-19. Saat diuji terhadap sampel virus influenza dan virus jenis lainnya, bahkan virus corona jenis sebelum Covid-19, terbukti alat ini tidak menunjukkan reaksi. "Kami berkolaborasi dengan banyak pihak, Labkesda Jabar, RSHS, dan lainnya," katanya.
Yusuf berharap, pengujian ini bisa selesai dalam satu bulan. Pihaknya juga, mendapat tawaran dari Pemprov Jatim. "Kami sudah dikontak untuk mereka membantu kami melakukan validasi agar lebih cepat," katanya.
Deteksi CePAD sendiri, kata dia, memiliki harga yang lebih murah daripada alat rapid test yang diimpor dari luar negeri selama ini yang berharga sekitar Rp 300 ribuan. Diperkirakan, harga Deteksi CePAD ini sekitar Rp 100 ribu, belum termasuk biaya pengujian.
Rencananya setelah diproduksi sebanyak 3.000 alat untuk pengujian, alat ini bisa diproduksi sebanyak 30 ribu alat per bulan dan dapat dikembangkan terus kapasitas produksinya.
Dalam kesempatan tersebut diperkenalkan juga perangkat pengujian deteksi Covid-19 inovasi ITB dan Unpad, yakni GanexPad berupa kit dan sistem ekstraksi RNA kapasitas tinggi dan berbiaya murah, serta VitPAD atau Iceless Transport System, sebuah Viral Trasport Medium (VTM) yang memiliki ketahanan dan keamanan untuk penyimpanan dan transportasi sampel virus di suhu ruang.
Muhammad Yusuf mengatakan validasi ke sampel virus dilakukan setelah alat tersebut tervalidasi di laboratorium. Yusuf menjelaskan, perbedaan Rapid Test 2.0 dengan rapid test yang umum digunakan saat ini adalah molekul yang dideteksinya.
Rapid test Covid-19 yang umum mendeteksi antibodi, sedangkan Rapid Test 2.0 ini mendeteksi antigen. Sehingga, kata Yusuf, Rapid Test 2.0 dapat mendeteksi virus lebih cepat karena tidak perlu menunggu pembentukan antibodi saat tubuh terinfeksi virus.
"Konsep deteksi antibodi maupun antigen keduanya bagus dan berdasar pada teknologi yang benar. Deteksi antibodi saat ini keunggulannya pada samplingnya yang lebih mudah, dari darah. Namun, deteksi antibodi pada Covid-19 lebih tepat untuk tracing, ingin tahu virus sudah menyebar di mana saja," ucapnya.
Deteksi antigen sendiri, ujarnya, bisa digunakan untuk mengetahui penyebab orang sakit ketika sedang menunjukkan gejala seperti demam dan batuk. Sedangkan jika orang baru terpapar virus beberapa hari, deteksi antibodi kemungkinan besar negatif atau nonreaktif karena antibodi terhadap virusnya belum terbentuk.
Yusuf mengatakan, pihaknya bersama mitra industri sedang melengkapi fasilitas assembly rapid test dan produksi sampai 5.000 kit pada Juni ini untuk keperluan validasi.
Yusuf menjelaskan, setelah validasi menunjukkan hasil yang baik, pada Juli 2020, pihaknya akan memproduksi 10.000 kit, kemudian dilanjutkan 50.000 kit per bulan sesuai dengan kapasitas produksi mitra saat ini. Jika diperlukan lebih banyak, pihaknya mengajak partisipasi berbagai pihak untuk meningkatkan kapasitas produksi tersebut.
"Cara kerja Rapid Test 2.0 ini, sampel swab dicampurkan ke larutan khusus, kemudian diteteskan ke alatnya. Sama dengan rapid test yang sekarang, 20 menit hasilnya keluar. Selain swab nasofaring, kami juga sedang mengembangkan sampling dari air liur," katanya.
Sementara menurut Kepala Pusat Studi Infeksi Fakultas Kedokteran Unpad Bachti Alisjahbana, validasi bertujuan untuk meyakinkan atau menilai kualitas rapid test 2.0. Salah satunya membandingkan tingkat akurasi dengan metode teknik reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR) yang sudah terbukti baik.
"Kami ambil spesimen yang sama, swab juga, tapi kemudian pasien diperiksa PCR. Kami ambil spesimen 30 pasien yang Covid-19-nya positif PCR, dan 30 pasien yang Covid-19-nya negatif PCR. Spesimen yang sama, Kami periksakan dengan alat uji cepat Pak Yusuf dan kawan-kawan," papar Bachti seraya mengatakan nanti, akan dilihat seberapa besar tingkat ketepatan atau kesamaannya.